YLKI: UUPK belum ampuh berikan perlindungan kepada konsumen

Jika disandingkan dengan derasnya gempuran era digital ekonomi, masih rendahnya IKK di Indonesia adalah hal ironis

Konsumen belanja sejumlah kebutuhan menggunakan kantong plastik di salah satu pasar swalayan di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (13/3)./AntaraFoto

Hari Konsumen Nasional, atau Harkonas diperingati setiap 20 April. Harkonas tak bisa dilepaskan dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), sebab Harkonas mengacu pada momen disahkannya UUPK pada 20 April 1999.

Sayangnya keberadaan UUPK belum cukup ampuh memberikan perlindungan pada konsumen. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, mengatakan, hal ini disebabkan pemerintah belum serius menjadikan UUPK sebagai basis hukum untuk melindungi dan memberdayakan konsumen.

Masih rendahnya Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) yang masih bertengger pada skor 40,41 adalah buktinya. Masih jauh dibandingkan dengan skor IKK di negara maju, yang mencapai minimal skor 53. "Korea Selatan skor IKK-nya mencapai 67. Artinya tingkat keberdayaan konsumennya sudah sangat tinggi," kata dia dalam keterangan tertulisnya.

Jika disandingkan dengan derasnya gempuran era digital ekonomi, masih rendahnya IKK di Indonesia adalah hal ironis. Sebab rendahnya IKK berkelindan dengan rendahnya literasi digital konsumen.

Tidak heran jika konsumen Indonesia saat ini ada kecenderungan menjadi korban produk-produk ekonomi digital, seperti e-commerce dan finansial teknologi. Hal ini ditandai dengan tingginya pengaduan konsumen di YLKI terkait produk ekonomi digital tersebut;