Perlindungan buruh migran masih jadi titik lemah diplomasi 

Komitmen pemerintah RI dalam melindungi buruh migran dianggap masih lemah.

Sebanyak 62 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) wanita dipulangkan kembali ke tanah air dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Selasa dini hari (26/03). /Antara Foto

Upaya diplomasi yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam membebaskan Siti Aisyah dari jerat hukuman mati di Malaysia patut diapresiasi. Namun demikian, menurut pengamat hubungan internasional (HI) Universitas Indonesia, Agung Nurwijoyo, perlindungan terhadap buruh migran masih menjadi titik lemah diplomasi RI. 

Ia mencontohkan kasus eksekusi mati Tuti Tursilawati di Arab Saudi pada Oktober 2018 lalu. Tuti dihukum mati karena diduga membunuh majikannya. Eksekusi dilakukan tanpa notifikasi ketika kasusnya masih diperjuangkan di meja hijau.

"Permasalahannya adalah ketiadaan aturan, khususnya kesepakatan mandatory consuler notification, dengan pemerintah Arab Saudi. Artinya, ini lubang yang harus segera ditutup sebagai bentuk perlindungan terhadap TKI kita di luar negeri," kata Agung kepada Alinea.id di Jakarta, beberapa waktu lalu.  

Tuti adalah buruh migran Indonesia (BMI) kelima yang dieksekusi sejak 2011. Menurut catatan Migrant Care, masih ada 19 buruh migran Indonesia lainnya yang menanti hukuman mati di Arab Saudi. Ratusan BMI lainnya mendekam di penjara Arab Saudi karena beragam kasus. 

Menurut Agung, kasus eksekusi mati BMI selalu berulang dari tahun ke tahun. Artinya, upaya pemerintah dalam memperkuat perlindungan buruh migran belum maksimal. "Termasuk di era Jokowi," imbuh dia.