Hasyim dan kawan-kawan tak semestinya dipertahankan...

DPR diminta mengevaluasi total penyelenggaran Pemilu 2024 jelang pilkada serentak.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menghadiri sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 14-PKE-DKPP/II/2023 di Ruang Sidang DKPP di Jakarta, Senin (27/2/2022). /Foto dok. DKPP

Komisi II DPR RI diminta mengevaluasi lembaga penyelenggara pemilu jelang Pilkada Serentak 2024. Bakal digelar di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota, pilkada serentak potensial menghadirkan beragam praktik kecurangan dan pelanggaran yang jauh lebih masif ketimbang Pileg 2024 dan Pilpres 2024. 

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati berpendapat evaluasi total terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI perlu dilakukan lantaran petinggi KPU, khususnya Ketua KPU Hasyim Asyari, sudah berulang kali mendapatkan sanksi etik dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

"Soal pelanggaran etik ini memang menjadi catatan buruk dalam penyelenggaraan pemilu kali ini karena bukan hanya terjadi sekali, tapi sudah berkali-kali. Wajar jika publik mempertanyakan atau memiliki ketidakpercayaan kepada penyelenggara pemilu," ucap Nisa, sapaan akrab Khoirunnisa, kepada Alinea.id, Jumat (5/4).

Februari lalu, DKPP mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa Hasyim dan kawan-kawan terbukti melanggar etik karena menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024. 

Pasangan Prabowo-Gibran diterima KPU pendaftarannya sebelum KPU mengeluarkan revisi PKPU yang mengatur syarat calon presiden dan wakil presiden pasca terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/PUU-XXI/2023. Revisi tak dilakukan KPU karena ketika itu DPR sedang reses.