Sudahi perdebatan tambang, aktivis sebut kedua capres tak tegas

Kedua kandidat capres belum memiliki visi-misi yang jelas terkait pertambangan.

Operator mengoperasikan alat berat bekerja di terminal batubara Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat, Rabu (9/1/2019). Kementerian ESDM mencatat, pemanfaatan batubara domestik di tahun 2018 mencapai 11

Dalam debat putaran kedua pemilihan presiden 2019, kedua calon presiden baik Joko Widodo maupun Prabowo Subianto bersepakat untuk mengakhiri perdebatan soal pertambangan. Kesepakatan tersebut menunjukkan bahwa kedua calon presiden tersebut tidak tegas terkait persoalan tambang yang dianggap merusak dan mencemari lingkungan.

Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustasya, memandang kedua kandidat belum memiliki visi-misi yang jelas terkait pertambangan, terutama soal batu bara yang saat ini masih marak digunakan oleh industri. Dia mengemukakan, padahal saat ini Indonesia menjadi negara penyumbang emisi batu bara terbesar kedua di dunia. 

“Kalau kita lihat dari kedua kandidat, mereka masih belum punya visi-misi yang jelas untuk beralih dari PLTU batu bara. Saya melihat arah menuju energi terbarukan masih gimmick di dua-duanya (Jokowi dan Prabowo) dalam artian belum ada sebuah target yang signifikan,” kata Tata ketika dihubungi Alinea.id pada Minggu (18/2).

Tata menjelaskan, semestinya dalam debat putaran kedua ini Joko Widodo dan Prabowo Subianto bisa mengeksplorasi lebih dalam mengenai regulasi pertambangan yang harus dibenahi. Apalagi, banyak lubang tambang yang ditelantarkan begitu saja oleh perusahaan. Ini menunjukkan lemahnya soal penegakan hukum.

“Harus ada penegakkan hukum, dan juga aturan (untuk luka tambang yang ditelantarkan). Lubang tambang yang ditelantarkan menunjukkan lemahnya penegakan hukum,” ujar Tata. “Yang jelas, seperti yang terjadi di Sungai Nangka, Kalimantan Timur, limbah dari lubang tambang menyebabkan pencemaran yang sangat merugikan warga.”