Produksi beras 2025 naik 13,6% jadi 34,79 juta ton, namun belum ditopang produktivitas kuat sehingga rentan anomali iklim dan tekanan lahan.
Produksi beras 2025 diperkirakan naik tinggi dibandingkan tahun 2024. Dalam rilis Senin, 1 Desember 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras tahun ini mencapai 34,79 juta ton, naik 13,6% dari tahun lalu. Kenaikan produksi ini disumbang oleh penambahan luas panen 1,31 juta ha. Bukan oleh peningkatan produktivitas. Angka produktivitas hanya naik 0,45%: dari 5,28 ton gabah kering giling (GKG) per ha pada 2024 jadi 5,31 ton GKG per ha 2025. Produksi naik juga karena berkah alam dan semua sumber daya (anggaran dan SDM) Kementerian Pertanian fokus ngurus padi dan jagung.
Ini menandakan kenaikan produksi padi/beras tahun ini belum ditopang oleh fondasi yang kokoh. Berkah alam dalam bentuk hujan yang turun hampir sepanjang tahun seperti tahun ini tidak selalu terjadi. Ketika terjadi penyimpangan iklim, El Nino atau La Nina, produksi terdampak. Data-data menunjukkan El Nino, terutama skala kuat, selalu diikuti penurunan produksi padi/beras. Sebaliknya, La Nina berdampak positif pada produksi: kenaikan suplai air membuat lahan kering dan tadah hujan bisa ditanami.
El Nino pada 2023 yang berlanjut ke awal 2024 membuat produksi padi/beras di dua tahun itu terendah sejak 2018. Produksi beras pada 2023 sebesar 31,1 juta ton dan pada 2024 mencapai 30,62 juta ton. Sialnya, secara statistik perulangan El Nino - La Nina kini kian cepat. Periode 1950-1980 perulangan El Nino – La Nina terjadi 5-7 tahun, periode 1981-2018 berulang hanya 2-3 tahun (Herizal dkk, 2020).
Dihadapkan pada kapasitas fiskal yang terbatas, Kementerian Pertanian diperkirakan akan kembali fokus menggarap komoditas prioritas di tahun 2026. Kalau fokus kepada padi dan jagung mengendur, baik anggaran maupun SDM, produksi bisa saja stagnan, bahkan terancam menurun. Fokus menambah luas tanam pun ada batasnya. Ketika indeks pertanaman sudah maksimal, infrastuktur penyediaan air belum memadai, dan menambah sawah baru perlu anggaran besar dan waktu panjang, luas panen akan stagnan.
Ketika produksi sejumlah komoditas pangan, seperti padi, jagung, kedelai, tebu, aneka umbi, dan tanaman lain dipacu atau ditargetkan swasembada, pertanyaannya di manakah hendak ditanam dan apakah lahannya tersedia? Tanpa banyak disadari, di lahan baku sawah yang hanya seluas 7,38 juta hektare saat ini telah berkompetisi aneka tanaman pangan. Yang paling utama tentu padi, jagung, kedelai, dan tebu.