Segalanya dimulai pada tahun 1963, ketika Korea Selatan pertama kali memasang speaker di sepanjang zona demiliterisasi (DMZ).
Militer Korea Selatan mematikan pengeras suara yang menyiarkan propaganda anti-Korea Utara di sepanjang perbatasan antar-Korea. Pengumuman itu disampaikan Seoul, Rabu (11/6). Ini bukan hal baru. Selama ini, beberapa kali speaker itu dihidup-matikan, sesuai dengan intensitas ketegangan kedua negara itu.
Di perbatasan Korea Selatan dan Korea Utara, sejarah panjang pengeras suara—yang menyuarakan propaganda lintas batas—menjadi bagian dari dinamika panas-dingin hubungan dua Korea selama puluhan tahun terakhir. Apa yang sekilas tampak seperti siaran biasa, sesungguhnya adalah alat perang psikologis yang kuat, dan penggunaannya mencerminkan naik turunnya tensi di Semenanjung Korea.
Segalanya dimulai pada tahun 1963, ketika Korea Selatan pertama kali memasang speaker di sepanjang zona demiliterisasi (DMZ). Di tengah ketegangan pasca-Perang Korea, speaker ini digunakan untuk menyebarkan informasi tentang dunia luar, mengkritik rezim Pyongyang, dan menyuarakan lagu-lagu Korea Selatan. Salah satu senjata paling tak terlihat dalam perang informasi ini adalah musik K-pop yang memikat, yang oleh Seoul dianggap mampu menggugah rasa ingin tahu sekaligus membangkitkan keresahan di kalangan tentara atau warga Korea Utara yang mungkin mendengarnya.
Speaker tersebut terus aktif selama beberapa dekade, hingga akhirnya dimatikan pada tahun 2004 sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi antar-Korea. Namun, kedamaian itu tidak bertahan lama. Pada tahun 2015, ketika dua tentara Korea Selatan terluka akibat ranjau yang dipasang oleh Korea Utara di DMZ, Seoul kembali menghidupkan siaran propagandanya. Keputusan ini sekaligus menjadi sinyal bahwa setiap tindakan provokatif akan dibalas dengan perang informasi. Tak lama kemudian, pada Januari 2016, siaran kembali menggema menyusul uji coba nuklir Korea Utara yang menuai kecaman dunia internasional.
Namun suasana mulai berubah pada 2018. Setelah pertemuan bersejarah antara Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, keduanya sepakat untuk menonaktifkan pengeras suara sebagai simbol niat baik. Mei 2018, seluruh perangkat speaker dibongkar dari perbatasan, membawa secercah harapan akan babak baru perdamaian.