Tito Karnavian mengatakan seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat Aceh harus terus mempertahankan adat serta budayanya agar tak tergerus pengaruh eksternal.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian angkat topi terhadap budaya Aceh yang mampu bertahan selama ratusan tahun. Menurutnya, hal ini merupakan tanda budaya yang hidup di tengah masyarakat Aceh, mampu beradaptasi dengan perubahan zaman, tanpa harus terbawa arus budaya atau nilai modernisasi yang masuk ke Aceh.
Tito menyampaikan kekagumannya tersebut usai menerima gelar 'Petua Panglima Hukom Nanggroe' dari lembaga Wali Nanggroe di Gedung Putih Wali Nanggroe, Aceh, Rabu (12/11/2025).
Tito Karnavian mengatakan seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat Aceh harus terus mempertahankan adat serta budayanya agar tak tergerus pengaruh eksternal. Karena itu, dalam upaya mempertahankannya, diperlukan dukungan dari semua masyarakat dan ada instrumen yang menjadi pemimpin, yakni lembaga Wali Nanggroe Aceh, guna menginisiasi dan memberikan pemahaman menjaga adat agar tidak tergerus dan hilang.
Lembaga Wali Nanggroe Aceh sebagai instrumen budaya, menurut Tito, mesti diperkuat dari segi eksistensi dan anggaran, agar mampu menjadi jembatan berbagai program kerakyatan bagi masyarakat Aceh, dengan pendekatan budaya. Pendekatan budaya sangat efektif untuk katalis pembangunan, karena secara historis, Aceh pernah berusaha ditaklukkan dengan "operasi budaya" oleh pemerintah kolonial Belanda dengan mengirim seorang orientalis Belanda Christiaan Snouck Hurgronje.
“Guna membuat lembaga Wali Nanggroe Aceh kuat, maka pemerintah atau masyarakat harus memanfaatkannya untuk menggunakan atau menjembatani program-program yang ada, karena pendekatan budaya atau adat itu pendekatan efektif," kata Tito.