Cemas Indonesia bangkrut, DPR pertanyakan "grand design" pemerintah bayar utang

Kamrussamad nilai kondisi semakin sulit, penerimaan negara terus mengalami kontraksi, sumber-sumber ekonomi baru masih bersifat wacana.

Ilustrasi. Alinea.id/Oky Diaz.

Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mempertanyakan skenario besar atau grand design pemerintah dalam menghadapi profil utang luar negeri dan jatuh tempo pada 5 hingga 15 tahun mendatang. Alasannya, rasio utang pemerintah terus mengalami peningkatan dari 30,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2019 menjadi 39,4% dari PDB pada tahun 2020, akibat defisit keuangan negara yang disebabkan pandemi Covid-19.

Berdasarkan pendekatan Debt to Service Ratio (DSR), jika dibandingkan antara kewajiban bunga dengan cicilan terhadap penerimaan ekspor berada pada posisi 27,86% dari batas aman yang seharusnya 20%. Jika dilihat Debt to GDP Ratio, total utang terhadap PDB sudah mencapai 39,7% dari batas aman 40%.

"Saat ini, kondisi yang semakin sulit, penerimaan negara yang terus mengalami kontraksi, sumber-sumber ekonomi baru masih bersifat wacana. Kalau kita terus keluarkan obligasi internasional tanpa upaya skenario pengurangan pinjaman, khawatirnya Indonesia bisa masuk pada jurang kebangkrutan atau salah pengelolaan," kata Kamrussamad dalam keterangannya, Rabu (23/6).

Hingga saat ini, pemerintah setidaknya memiliki tiga struktur pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman luar negeri milik pemerintah, pinjaman luar negeri BUMN, dan pihak swasta. Ia menilai, ketiganya perlu dikompilasi menjadi sebuah strategi kebijakan untuk bisa menata ulang skenario pinjaman luar negeri pemerintah dan BUMN dengan sektor swasta.

“Seharusnya obligasi internasional cukup dilakukan jika diperlukan untuk pembiayaan yang sifatnya memenuhi kewajiban valas, atau menambah cadangan devisa. Kita perlu menghindari crowding obligasi pasar domestik kita. Komitmen-komitmen itu bisa dilakukan jika ada upaya bersama dari stakeholder nasional, khususnya Kemenkeu," ujar politikus Partai Gerindra itu.

Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menekankan perlu adanya sinergi kebijakan fiskal dengan sektor riil. Hal tersebut diperlukan guna mempertahankan keberlangsungan fiskal tetap terjaga. Sebab hingga saat ini, DSR memperlihatkan pemanfaatan utang luar negeri pemerintah yang masih menggerakan sektor riil, khususnya ekspor.