Cerita kaum adat yang terus terpinggirkan di era Jokowi

RUU Masyarakat Adat tak kunjung disahkan DPR RI. Seiring itu, kasus perampasan lahan masyarakat adat kian marak.

Masyarakat adat Sihaporas menggelar ritual Habonaran penjaga kampung di Desa Sihaporas Aek Batu, Kecamatan Pematang Sidamanik, Sumatera Utara, Sabtu (25/11). /Foto dok. masyarakat adat Sihaporas

Risnan Ambarita, 32 tahun, terus menghitung-hitung luasan lahan adat Sihaporas yang terampas PT. Toba Pulp Lestari (TPL). Saban hari, kata salah satu pemuda masyarakat adat Sihaporas itu, ada saja bagian dari hutan adat yang masuk wilayah konsensi perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto tersebut. 

"Sampai saat ini, masyarakat adat Sihaporas tetap memperjuangkan tanah adat dengan menguasai lahan yang dirampas oleh PT Toba Pulp Lestari," kata Risnan saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (27/11).

Sihaporas merupakan salah satu nagori (desa) yang terletak di Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Wilayah adat Sihaporas diklaim PT. TPL dengan izin konsesi yang diperoleh tahun 1992 melalui KEPMENHUT No. SK.493/Kptsil/1992 jo. KEPMENLHK No.SK.307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020.

Dengan izin konsesi itu, TPL mengubah lahan adat seluas 1.500 hektare menjadi hutan eukaliptus. Tanaman eukaliptus merupakan bahan baku utama untuk memproduksi bubuk kertas. Perusahaan juga melarang masyarakat yang tinggal di sekitar hutan melakukan kegiatan di tanah konsesi.

Perampasan lahan adat ini sudah berulang kali melahirkan konflik. Dalam sebuah video yang ditayangkan BPAN Lamtoras Sihaporas di Facebook, Agustus lalu, terlihat aksi unjuk rasa masyarakat adat Sihaporas menentang PT TPL diadang aparat Polri.