Demokrat: Buzzer kanker demokrasi, mati dengan sendirinya

Pasukan buzzer jadi persoalan bila diselenggarakan oleh alat negara.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat berkunjung ke Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta/Foto dok Demokrat.

Maraknya buzzer atau pendengun di ruang maya menciutkan mantan Menteri Koordinator bidang Ekonomi dan Industri di era Presiden Abdurrahman Wahid, Kwik Kian Gie. Ekonom senior itu merasa resah dan tak nyaman dengan serangan kata kasar, jorok dan kotor para buzzer di media sosial.

"Saya belum pernah setakut saat ini mengemukan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja di-buzzer habis-habisan, masalah pribadi diodal-adil. Zaman Pak Harto saya diberi kolom sangat longgar oleh Kompas. Kritik-kritik tajam,” cuit Kwik belum lama ini.

Begitu pula dengan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir. Tepat Hari Pers Nasional kemarin, dia melontarkan kritik keras kepada para buzzer. Menurutnya, mereka merupakan musuh terbesar dunia pers saat ini, khususnya pers online melalui jalur media sosial.

"Pers Indonesia secara khusus dalam dinamika politik kebangsaan saat ini penting menjalankan fungsi checks and balances,” ucap Haedar dalam keterangan tertulis, Selasa (9/2).

Menanggapi maraknya buzzer tersebut, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Rachland Nashidik, mengusulkan agar tak gentar menghadapi buzzer karena akan lenyap dengan sendirinya.