Demokrat soroti utang jadi Silpa: Sudah jatuh tertimpa tangga

Program PEN tidak nendang, perekonomian tetap tumbuh negatif di 2020 atau minus 2,07%.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI Marwan Cik Aasan/Foto Dok. DPR RI

Fraksi Partai Demokrat DPR RI menilai pemerintah tidak optimal memanfaatkan kelonggaran yang diberikan melalui pelebaran defisit APBN di atas 3% PDB yang diatur UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2020, guna memulihkan ekonomi yang babak belur akibat corona.

Hal ini disampaikan Demokrat menyoroti target pemerintah soal defisit Anggaran Pendapatan dan belanja negara (APBN) sementara tahun 2022, sebesar minus 4,51% hingga 4,85% dari produk domestik bruto (PDB).

"Setelah dianggarkan begitu besar contohnya program PEN itu tidak nendang terhadap perekonomian kita. Perekonomian kita tetap tumbuh negatif di 2020 minus 2,07% dan di kuartal I ini minus 0,74%," kata Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI Marwan Cik Asan melalui keterangan tertulis Rabu, (16/6).

Selain itu, kata Marwan, penyerapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 hanya Rp579,78 triliun atau 83,4% dari pagu Rp695,2 triliun. "Konsumsi tidak tumbuh, Covid-19 tetap merajalela. Jadi kelonggaran ini tidak dimanfaatkan secara optimal," ujarnya.

Marwan juga menyoroti mahalnya utang pemerintah dibandingkan dengan negara-negara lain. Menurutnya, utang pemerintah saat ini memiliki imbang hasil yang tinggi. Misalnya, untuk jangka utang 10 tahun (bunga) Indonesia 26,72% lebih tinggi dari Jepang 0,03%, China 2,99%, Thailand 1,29%, Malaysia 2,5%.