MUI terlalu 'becek' urusan politik, saatnya fokus urus umat

Munculnya pengurus baru MUI via Munas tak lepas dari rivalitas pro kontra pemerintah.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia yang baru KH Miftachul Akhyar (kiri) penggati KH Ma'ruf Amin (tengah) dalam Munas MUI di Jakarta, Kamis (27/11)/Foto dokumentasi MUI.

Musyawarah Nasional (Munas) ke-X Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kamis (26/11) malam, telah menetapkan pengurus baru untuk periode 2020-2025. Namun, ada sejumlah pengurus MUI lama tak muncul alias tergeser dari kepengurusan MUI kali ini.

Di antara nama-nama yang tak nongol pada kepengurusan MUI kali ini adalah mereka yang selama ini kritis terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya Din Syamsuddin, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan(Wantim) MUI periode 2015-2020. Kini, posisi petinggi KAMI tersebut diisi oleh KH Ma'ruf Amin.

Nama lainnya yang tak muncul adalah Tengku Zulkarnain yang periode sebelumnya menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal MUI. Pun nama Zaitun Rasmin juga tak ada dalam deretan nama Wakil Sekretaris Jenderal MUI.

Menanggapi hal itu, Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah UIN Jakarta Adi Prayitno menilai, ada dua argumen yang ditangkap publik terkait dinamika dalam Munas MUI tersebut.

"Pertama, ada penyegaran kepengurusan dengan menghilangkan sejumlah wajah lama di MUI," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini dihubungi Alinea, Jumat (27/11).