Membaca sikap Nasdem dari dua sisi: Jadi juru bicara koalisi atau oposisi

Pengamat menilai, Surya Paloh tidak setuju Gerindra masuk dalam Kabinet Indonesia Maju.

Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh (kiri) berpelukan dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman usai menyampaikan hasil pertemuan tertutup kedua partai di DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi kebangsaan dan menjajaki kesamaan pandangan tentang kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara./Antara Foto

Sinyal Partai Nasdem bakal memilih oposisi makin menguat. Meski tiga kader Partai Nasdem menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju, namun manuver Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh melakukan safari politik ke partai di luar koalisi pemerintahan, menunjukkan Nasdem bisa lompat pagar.

Direktur Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai pertemuan Surya Paloh dengan Presiden PKS Sohibul Iman beberapa waktu lalu, bentuk cari perhatian Paloh atas ketidakpuasan dengan kompososi kabinet Presiden Joko Widodo.

Pasalnya, kata dia, pertemuan dengan PKS merupakan suatu manuver politik lanjutan Paloh usai pembentukan kabinet. Sebab, sebelum Partai Gerindra masuk dalam kabinet Jokowi, Paloh juga melakukan safari politik dengan empat petinggi dari partai koalisi yakni: PPP, PKB dan Golkar.

"Nasdem menolak masuknya Gerindra, meskipun ambivalen. Satu sisi bilang tidak apa-apa, tapi berbuat manuver yang mencerminkan ketidaksetujuan. Jadi ambigu, lalu Nasdem bermanuver lagi setelah pembentukan kabinet," kata Karyono kepada Alinea.id pada Minggu (3/11).

Karyono menilai positif hasil kesepakatan dari pertemuan Paloh dan Presiden PKS Sohibul Iman beberapa waktu lalu. Kata dia, komitmen kedua partai untuk menjaga Pancasia dan NKRI merupakan hal yang bagus dan diperlukan saat ini.