Nasdem: Kehadiran Gerindra di kabinet bikin Jokowi otoriter

Nasdem berpendapat keberadaan Gerindra sebagai penyeimbang di parlemen sangat diperlukan untuk mengakomodir kepentingan masyarakat.

Presiden Joko Widodo (kanan) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) dalam pertemuan di Istana Merdeka. Antara Foto

Ketua DPP Partai Nasional Demokrat atau NasDem, Irma S. Chaniago menanggapi wacana Partai Gerindra masuk di kabinet Presiden Joko Widodo Jilid II. Menurut dia, bergabungnya Partai Gerindra ke koalisi pemerintahan fungsi penyeimbang di parlemen menjadi lemah. Irma khawatir, gabungnya Gerindra justru membuat pemerintahan Jokowi menjadi otoriter.

"Partai oposisi yang masuk silakan, tapi chek and balance (penyemibang) itu penting. Kenapa, karena pemerintah yang kuat, yang bijak dan bermanfaat untuk rakyat adalah pemerintah yang tidak zalim. Agar tak zalim, pemerintah harus didampingi oposisi. Pemerintah tidak boleh absolut. Kalau absolut akan otoriter. Ini yang kami khawatirkan," kata Irma usai dikusi di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (12/10).

Menurut Irma, keberadaan Gerindra sebagai penyeimbang di parlemen sangat diperlukan untuk mengakomodir kepentingan masyarakat. Dia menilai, jika keberadaan oposisi di parlemen lemah, maka tidak mungkin dalam waktu dekat akan muncul adanya kebangkitan gerakan massa karena ketiadaan oposisi di parlemen.

"Kalau semua partai politik berada dalam satu kubu yang namanya koalisi pemerintah, siapa yang akan melakukan chek and balance. Ini akan menjadi parlemen jalanan," tutur Irma.

Lebih lanjut, Irma mengklaim, Partai Nasdem tetap berkomitmen menjalankan fungsi penyeimbang di parlemen meski masuk dalam jajaran kabinet Jokowi. "Tentu ada kontrol, kami ada kontrol internal namanya, yaitu kritis dan solutif untuk pemerintah" ujar dia.