PSBB Jakarta, PKS: Kebijakan pusat-daerah sering tak sinkron

Jika Jakarta kalah perang melawan Covid-19, imbasnya akan serius.

Presiden Jokowi saat berbincang dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seusai meninjau kesiapan penerapan prosedur standar New Normal di Stasiun MRT Bundaraan HI Jakarta, Selasa (26/5/2020)/Foro Antara/Sigid Kurniawan.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani Aher mengatakan, ketidaksinkronan kebijakan pusat dan daerah terkait penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid II DKI membuat masyarakat bingung dan akhirnya tidak peduli.

"Masyarakat butuh arahan yang jelas dan tegas, satu komando. Jika kebijakan seringkali tidak sinkron, jangan salahkan jika masyarakat tidak peduli, tidak disiplin dan bertindak semaunya. Akhirnya upaya menarik rem darurat untuk menahan laju kasus menjadi sia-sia," kata Netty dalam keterangannya di Jakarta, Senin (14/9).

Hal itu disampaikan anggota Komisi IX DPR RI ini merespons langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang meminta seluruh perkantoran  menerapkan work from homen(WFH), kecuali 11 sektor esensial. Namun, Menko Perekonomian Erlangga Hartarto beberapa hari lalu menyarankan agar 50 % karyawan tetap bekerja bergiliran. 

Menurut Netty, langkah yang diambil Gubernur DKI mengembalikan aturan PSBB seperti di awal pandemi sudah tepat karena lonjakan kasus positif nyaris tidak terkendali dan angka kematian meningkat, sementara  fasilitas kesehatan berapa ruang isolasi dan ICU nyaris kolaps.

"Ibu kota menyumbang angka kenaikan kasus baru Covid-19 paling tinggi. Ketersediaan fasilitas ruang isolasi dan ICU di rumah sakit nyaris penuh. Jika tidak ada langkah darurat, bahaya kesehatan yang lebih besar akan mengancam Jakarta. Apalagi kita tahu, perkantoran adalah salah satu klaster penularan Covid-19," ujarnya.