Salam satu aspal dan dahsyatnya politik jalanan ojol 

Terpilihnya Nadiem Makarim sebagai menteri tak lepas dari kontribusi para pengemudi ojol.

Pengemudi ojek online menggelar aksi unjuk rasa tak jauh dari Istana Negara. /Antara Foto

Ditutup buff (masker) dan kacamata hitam, wajah Marwoto sebenarnya tak terlihat jelas. Namun, tak sulit menerka 'siapa' Marwoto saat dia sedang mangkal tepat di depan Stasiun Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (30/10) siang itu. 

Profesi Marwoto segera tertebak dari jaket dan helm hijau yang ia kenakan. Apalagi, berulang kali ia terlihat menengok ponsel pintarnya. Itu kebiasaan yang lazim terlihat dilakukan para pengemudi ojek online (ojol). 

Saat berbincang dengan Alinea.id, Marwoto mengaku sudah tiga tahun bekerja sebagai pengemudi ojol. Selain berburu penumpang di sekitaran Stasiun Palmerah dan Gedung DPR, Senayan, keseharian Marwoto dihabiskan dengan 'nongkrong' dengan rekan seprofesi. 

Tiap kali berkumpul, Marwoto mengatakan, tarif bawah ojol kerap menjadi bahan pembicaraan. Mewakili rekan-rekannya, ia menyebut tarif bawah sebesar Rp8.000 yang ditetapkan pemerintah saat ini belum sesuai dengan keinginan driver ojol. "Dan, sudah pasti kalau dinaikkan pasti konsumen teriak," ujarnya.

Ia menuturkan, para pengemudi ojol ingin agar tarif bawah naik hingga Rp12.000. Namun demikian, lanjut Marwoto, tarif saat ini juga patut disyukuri. "Kami dulu mesti melakukan unjuk rasa besar-besaran di depan Kementerian Perhubungan dan DPR RI untuk menuntut tarif batas bawah," ujarnya.