Tantangan Golkar sepeninggal Setya Novanto

Jika yang terpilih sebagai ketua umum adalah rekan dekat Setya Novanto, perubahan di Partai Golkar diprediksi akan sia-sia.

Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. (foto: Antara)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah menetapkan Ketua Partai Golkar, Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Penetapan itu merupakan yang kedua setelah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sempat mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Setnov.

Sejak menjabat sebagai pimpinan partai berlambang beringin pada 17 Mei 2016, elektabilitas tertinggi Partai Golkar hanya sebesar 16,1% pada Agustus 2016. Sisanya, partai tersebut mengalami tren penurunan. Bahkan, hasil survei Indikator politik Indionesia pada September 2017 menunjukkan elektabilitas Golkar hanya sebesar 12%.

Sedangkan Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) juga menunjukkan kecenderungan serupa. Pada September 2017, elektabilitas Partai Golkar sebesar 11,4%. Angka tersebut cenderung stagnan sejak Oktober 2016 dengan 13,2%.

Menyikapi tren penurunan itu, Ketua Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG), Ahmad Doli Kurnia mendesak partai berlambang beringin segera mengganti pemimpin. “Dengan sudah ditahannya SN (Setya Novanto), wajib hukumnya Golkar harus segera melakukan pergantian kepemimpinan, mencari Ketua Umum yang baru,” tegas Doli saat berbincang dengan Alinea, Selasa (21/11).

Bahkan, Doli yang sebelumnya sempat dipecat oleh Setnov, meminta agar pergantian pimpinan Partai Golkar dilakukan dalam sebulan ke depan. Dengan adanya ketua yang baru, Golkar dianggap punya cukup waktu untuk memulai konsolidasi menghadapi Pilkada serentak 2018 dan Pileg serta Pilpres 2019.