Belum genap setahun menjabat sebagai Ketum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia digoyang isu musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Rumor itu menyeruak setelah politikus Golkar yang juga menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid dikabarkan dipanggil ke kediaman Presiden Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Diberitakan rmol.id, dalam pertemuan itu, Istana memberikan restu untuk Golkar menggelar munaslub demi melengserkan Bahlil. Pihak Istana disebut-sebut ingin agar munaslub Golkar digelar sebelum pergantian tahun.
Politikus Golkar Nurdin Halid mengatakan isu penyelenggaraan munaslub untuk mengganti Bahlil adalah hoaks. Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR RI itu, Golkar sejauh ini masih solid mendukung Bahlil sebagai ketua umum.
"Ini harus diwaspadai karena ada juga orang-orang yang memang punya agenda ingin merusak kesolidan Golkar. Gerakan seperti ini tentu sangat berbahaya bagi partai," ujar Nurdin dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/8).
Di Kabinet Merah-Putih, Bahlil saat ini menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Bahlil merupakan salah satu menteri yang konon "dititipkan" oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Analis politik dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Ahmad Chumaedy berpendapat bukan perkara mudah menyelenggarakan Munaslub Golkar. Diperlukan dana yang besar untuk mendapatkan dukungan mayoritas dewan pempinan daerah (DPD) provinsi dan persetujuan dewan pembina.
Selain itu, Bahlil memiliki legitimasi sebagai Ketua Umum Golkar karena baru terpilih dan posisinya saat ini didukung sebagian besar struktur partai di daerah.
"Manuver politik akan berhasil hanya bila ada konsolidasi kekuatan internal dan restu politik dari pihak berpengaruh," kata pria yang akrab disapa Memed ini kepada Alinea.id, Sabtu (2/8).
Jika benar Istana merestui munaslub, menurut Memed, kandidat yang paling kuat menggantikan Bahlil kemungkinan berasal dari tokoh Golkar yang memiliki kedekatan langsung dengan Prabowo atau yang dianggap mampu menjaga kesinambungan pemerintahan baru.
Ia menyebut sejumlah nama, semisal Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, eks Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, dan Waketum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tanjung. "Tokoh yang dikenal dekat dengan lingkaran Prabowo bisa saja muncul sebagai alternatif," imbuh Memed.
Memed membenarkan Bahlil selama ini sangat mencolok sebagai "perpanjangan" kepentingan Jokowi di Golkar. Wajar jika ada kubu-kubu di internal Golkar memprotes hal itu dengan mengembuskan isu munaslub. "Namun semua kembali pada kalkulasi politik internal partai dan kebutuhan stabilitas pemerintahan mendatang," kata Memed.
Analis politik dari Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI) Darmawan Purba menilai restu dari Istana jadi penentu mungkin atau tidaknya Golkar menggelar munaslub. Meskipun belum genap setahun menjabat, Darmawan menilai posisi Bahlil rapuh karena merupakan figur teknokrat.
"Bahlil masuk ke Golkar melalui jalur penugasan politik, dan bukan hasil kaderisasi dari bawah. Tipe politikus satu ini sangat rentan terganti jika terjadi transisi kekuasaan, terutama jika tidak segera mampu membangun basis dukungan di DPD-DPD. Apalagi, Bahlil masih sangat melekat dengan citra sebagai representasi kepentingan Jokowi di tubuh Golkar," kata Darmawan kepada Alinea.id, Sabtu (2/8).
Isu munaslub, kata Darmawan, harus segera direspons Bahlil jika tidak ingin kehilangan kursi Golkar-1. Bahlil harus berani menunjukkan bahwa ia tak lagi sekadar representasi Jokowi di Golkar sebagaimana tuntutan sejumlah kader Golkar.
"Jika ia tidak menunjukkan penyesuaian yang tegas, maka Munaslub akan menjadi mekanisme korektif untuk menggantinya dengan figur yang lebih selaras dengan arah kekuasaan baru. Ini merupakan bentuk dari reorientasi hegemonik dalam masa transisi pemerintahan," kata Darmawan.
Darmawan menyebut sejumlah nama yang mungkin menggantikan Bahlil di Golkar, semisal Ahmad Doli Kurnia, Nusron Wahid, Airlangga Hartarto, Zainudin Amali dan Agus Gumiwang. "Siapa pun yang akan memimpin Golkar berperan besar dalam menentukan arah koalisi, relasi legislatif-eksekutif, serta stabilitas kepemimpinan pemerintahan Prabowo," jelasnya.