sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Core: Pemerintah harus perbaiki cara pandang kebijakan

Jika tidak, bonus demografi yang akan dicapai Indonesia hanya akan tertahan sebagai angka statistik semata.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Jumat, 21 Agst 2020 17:41 WIB
Core: Pemerintah harus perbaiki cara pandang kebijakan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato visi dan misinya saat pelantikannya pada 2019, menargetkan Indonesia akan menjadi negara ekonomi maju di usianya yang ke-100 atau di 2045 dengan memanfaatkan bonus demografi.

Hanya saja, untuk mencapai tingkat ekonomi maju tersebut, menurut Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Hendri Saparini, membutuhkan beberapa terobosan yang mumpuni. Jika tidak, bonus demografi yang akan dicapai Indonesia hanya akan tertahan sebagai angka statistik semata.

"Kalau tidak berani melakukan terobosan, kita tidak akan tumbuh menjadi negara terbesar nomor 10 atau lima dengan pendapatan perkapita tinggi, tetapi akan ada kesenjangan yang besar. Itu kenapa harus kita reformasi agar struktur lebih adil dan berkelanjutan," katanya dalam video conference, Jumat (21/8).

Menurut Hendri, ada beberapa permasalahan yang harus dibenahi segera. Misalkan saja persoalan cara pandang pengambil kebijakan. Dia mencontohkan, permasalahan yang masih membayangi Indonesia adalah tingginya tingkat pengangguran dan seretnya lapangan pekerjaan.

Bahkan dalam analisisnya, masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah tidak akan mampu bersaing di pasar tenaga kerja. Oleh karena itu, yang harus disiapkan pemerintah adalah lapangan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikan para pencari kerja tersebut.

"Kalau mereka enggak bisa bersaing karena pendidikan rendah, janggan sekedar memberikan (upgrade) skill, tetapi juga harus memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai. Ini bukan masalah keliru membuat kebijakan, tetapi keliru cara pandang," ujarnya.

Contoh keliru cara pandang lainnya yang dikemukakan Hendri adalah, terkait dengan penguasaan lahan. Pemerintah menurutnya, tidak membatasi penguasaan lahan oleh perusahaan atau korporasi. Padahal, sejumlah negara membatasi selama dua tahun, jika lahan tersebut tidak dikelola secara produktif maka akan ditarik.

"Ini pemilihan kebijakan yang perlu cara pandang detail. Ini jadi penyebab utama. Jangan kemudian hanya memperhatikan inflasi dan suku bunga, tetapi harus betul-betul ingin menerjemahkan apa yang jadi cita-cita Indonesia 75 tahun lalu," tuturnya.

Sponsored

Selain itu, dia pun menyoroti perihal strategi pemerintah dalam memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki Indonesia. Untuk menciptakan lapangan kerja yang massif di tengah bonus demografi, perlu dorongan dari pertumbuhan industri manufaktur.

Dia membandingkan, industri manufaktur Indonesia dalam 10 tahun terakhir tumbuh rata-rata 19% dan memiliki kecenderungan turun lebih dalam di masa yang akan datang. Padahal, untuk menuju bonus demografi pada 2045 dibutuhkan pertumbuhan industri manufaktur rata-rata 40%.

"Negara maju seperti Korea Selatan dan Jepang manufakturnya masih punya porsi besar karena itu bisa menciptakan lapangan kerja. Indonesia juga harus melakukan itu. Dengan jumlah penduduk sangat banyak, akan menjadi keunggulan yang bisa kita lakukan ke depan," tuturnya.

Berita Lainnya
×
tekid