sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Hati-hati, rupiah diramal masih loyo hingga akhir September

Faktor global seperti rencana kenaikan Fed Fund Rate serta perang dagang AS-China menjadi sentimen negatif terhadap pergerakan rupiah.

Cantika Adinda Putri Noveria Eka Setiyaningsih
Cantika Adinda Putri Noveria | Eka Setiyaningsih Senin, 10 Sep 2018 10:36 WIB
Hati-hati, rupiah diramal masih loyo hingga akhir September

Tren pelemahan rupiah diperkirakan berlanjut hingga akhir September. Ekonom dari Institute for Development of Economics dan Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memprediksi, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan bergerak di level 14.840-14.990 pada 10-14 September 2018.

Bhima mengatakan melempemnya nilai tukar rupiah disebut dipicu oleh rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, Fed Fund Rate 25 bps. Prediksi itu mempertimbangkan kondisi sebelumnya, dimana yield surat utang AS, treasury bond bertenor 10 tahun bergerak turun ke kisaran 2,88% per 6 September 2018 seiring naiknya suku bunga acuan The Fed. Artinya, investor menyerbu ke surat utang bertenor panjang lantaran khawatir adanya market crash dalam jangka pendek. 

"Sesuai dengan teori Inverted Yield Curves, dimana yield surat utang AS jangka panjang menurun, sedangkan yield jangka pendek naik.  Inverted Yield Curves menjadi indikator pra-krisis global sejak tahun 1970an,"  jelas Bhima kepada Alinea.id, Senin (10/9).

Sementara dari dalam negeri, kata dia, kondisinya berbanding terbalik dengan yield treasury bond. Yield surat berharga negara atau SBN bertenor 10 tahun terus merangkak naik menjadi 8,69%. Yield yang naik di negara berkembang mencerminkan tingkat risiko berinvestasi yang semakin besar. Apalagi, Indonesia masuk ke dalam Fragile Five atau 5 negara paling rentan terpapar krisis. 

Konsekuensinya, pelaku pasar masih melanjutkan flight to quality atau beralih ke aset yang lebih aman, salah satunya greenback (dollar). Indikatornya terlihat dari US Dollar Index yang berada pada level 95,3 atau naik 3,5% sejak awal tahun 2018. Kenaikan dollar Index menunjukkan indikasi tren super dollar akan berlanjut hingga akhir tahun. 

Ancaman perang dagang yang memanas setelah Trump kembali mengancam kenaikan tarif senilai US$267 miliar terhadap barang asal China juga berdampak terhadap pergerakan rupiah. 

"Efek berlanjutnya perang dagang berpengaruh signifikan terhadap penurunan kinerja neraca perdagangan Indonesia. Hingga Juli 2018, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit hingga US$3 miliar," ungkap Bhima.

Sentimen cadangan devisa juga berpengaruh terhadap perilaku pasar. Cadangan devisa per Agustus 2018 anjlok ke US$117,9 miliar, terendah sejak Januari 2017. Penurunan cadangan devisa disebabkan oleh intervensi Bank Indonesia untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. 

Sponsored

Gejolak rupiah yang mengalami eskalasi, menguras cadangan devisa secara konsisten. Tengok saja, cadangan devisa dibanding PDB Indonesia hanya berkisar 14%.

"Jauh di bawah negara peers, seeprti Filipina 26% dan Thailand 58%," tukas Bhima.

Berita Lainnya
×
tekid