sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ke mana Wapres Ma'ruf Amin saat krisis Corona?

Jarang muncul di media, kini publik mulai membandingkan kinerja Ma’ruf Amin dengan JK.

Fajar Yusuf Rasdianto
Fajar Yusuf Rasdianto Jumat, 21 Agst 2020 18:53 WIB
Ke mana Wapres Ma'ruf Amin saat krisis Corona?

Seperti Yolanda dalam lirik lagu Kangen Band, keberadaan Wakil Presiden Ma’ruf Amin terus menerus dipertanyakan oleh berbagai pihak. “Kiyai, kamu di mana? Dengan siapa? Semalam berbuat apa?” pertanyaan-pertanyaan dari lirik lagu Yolanda itu terus bermunculan di berbagai lini masa.

Selama berbulan-bulan pascapandemi Covid-19 menjalar ke Indonesia, Abah sapaan akrabnya, memang kian jarang muncul di media. Berdasarkan pantauan Alinea.id di laman www.wapres.go.id, kegiatan pria kelahiran Tangerang, 11 Maret 1943 ini lebih banyak pada urusan internal.

Di bulan Juli, kegiatan suami dari Wury Ma’ruf Amin ini mayoritasnya dihabiskan untuk membuat rekaman video ucapan ulang tahun dan pidato. Ada setidaknya 13 kali rekaman video yang dilakukan Abah selama bulan Juli. Sisanya, kegiatan Abah hanya berkutat pada urusan di belakang layar. Plus sesekali mendampingi presiden dalam kegiatan yang bersifat kenegaraan.

Tak pelak, minimnya eksposur terhadap Ma’ruf Amin ini membuat hasil survei tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kinerja Abah turun drastis dalam tiga bulan terakhir. Dalam riset yang dilakukan Lembaga Survei Akuratpoll Sentra Riset dan Consulting pada Agustus 2020, tingkat kepuasaan terhadap kinerja Ma’ruf Amin berada di angka 47,5%.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan hasil survei sebelumnya yang dilakukan Charta Politika pada Maret 2020, yang menunjukkan tingkat kepuasan terhadap Ma’ruf Amin di level 55,3%.

Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai, turunnya kepuasaan masyarakat terhadap kinerja Ma’ruf ini sebagai dampak dari minimnya kontribusi wapres dalam upaya penanganan Covid-19. Apalagi nama Ma’ruf juga tidak dilibatkan secara khusus dalam struktur Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Usia yang sudah cukup sepuh dan minimnya kapasitas Ma’ruf dalam penanganan bencana disinyalir sebagai alasan mengapa Jokowi lebih memilih Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato sebagai Ketua Komite Kebijakan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sebagai Ketua Pelaksana.

Padahal, jika ditelisik berdasarkan konstitusi ataupun Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, mestinya wapres bisa dilibatkan dalam setiap situasi yang berkaitan dengan negara, termasuk urusan kebencanaan. Sebab dalam konstitusi sudah dijelaskan bahwa tugas wapres semestinya jauh lebih luas dibandingkan urusan para menterinya.

Sponsored

“Jadi wakil presiden itu pembantu semua urusan presiden. Sementara menteri adalah pembantu untuk urusan tertentu saja. Jadi harusnya ya tugas wakil presiden jauh lebih berat daripada tugas menteri. Kalau sekarang ‘kan terkesan tugas wakil presiden itu paling enteng,” tutur Refly saat berbincang dengan Alinea.id belum lama ini.

Membandingkan dengan JK

Tidak heran jika kini banyak orang yang mulai membandingkan kinerja Ma’ruf dengan eks-Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK). Dalam beberapa hal, JK dinilai punya kapasitas yang jauh lebih baik dibandingkan Ma’ruf. Utamanya dalam urusan penanganan bencana.

Sebagai mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), JK tercatat pernah sukses menangani bencana tsunami di Aceh pada 2004. JK memimpin langsung proses pemulihan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Aceh pascatsunami yang merenggut nyawa sekitar 160 ribu orang itu.

Saat menjabat sebagai wapres, JK juga berdiri di garda terdepan ketika Indonesia mengalami krisis 2008, gempa Lombok 2018 dan gempa Palu 2019. Kapasitas JK sebagai Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) sejak 22 Desember 2009 membuatnya cukup piawai dalam pelbagai hal yang berkaitan dengan kemanusiaan.

Eks-Juru Bicara JK, Husein Abdullah bercerita, dalam setiap penanganan bencana mantan bosnya itu selalu bekerja secara efektif, efisien dan terencana. Pengalaman JK menangani banyak bencana membuat dia sudah punya pola tersendiri dalam setiap langkah yang akan diambil.

“Dari standar operasional itu beliau sudah fasih. Sehingga tidak mulai dari nol. Karena sudah punya pengalamannya dan dia punya kemampuan yang sangat baik untuk menggerakkan sumber daya manusia,” terang Husein saat dihubungi Alinea.id, (19/8).

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Foto Reuters/Dadang Tri.

Satu lagi kelebihan JK dalam urusan kebencanaan adalah kelincahannya dalam merespons setiap keadaan. Dia selalu berupaya memaksimalkan apa yang dimiliki dan apa yang dibutuhkan dalam setiap masalah.

Menurut Husein, salah satu sikap yang selalu ditonjolkan JK dalam urusan bencana adalah rasa kemanusiaannya. JK selalu mendahulukan manusia dibandingkan urusan lainnya. Dia juga akan mengawal setiap kebijakan sampai semua bisa berjalan sesuai rencana.

“Pak JK juga enggak suka menunda-nunda. Sehingga setiap masalah itu bisa diatasi sejak dini. Tidak menumpuk persoalanya,” ungkap Husein.

Kapasitas JK dalam penanganan bencana itu pun diakui oleh Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas. Baginya, JK merupakan sosok yang tepat untuk dapat memimpin proses penanganan pandemi Covid-19 seperti sekarang.

Karena itu, Anwar pun secara terang-terangan meminta  pemerintah agar melibatkan JK dalam tim Komite Penanganan Covid-19, baik sebagai penasihat ataupun perwakilan masyarakat. Pengalaman JK terang diperlukan dalam urusan ini.

Buat Anwar, JK adalah sosok orang yang memiliki kemampuan untuk mengubah keadaan dari mustahil menjadi mungkin, dan tidak berharga menjadi bernilai. Sebab, dia punya mental sebagai pengusaha. Sebagai catatan saja, 16 usaha JK masih berdiri sampai sekarang, mulai dari sektor otomotif, logistik, konstruksi, properti, dan energi.

“Saya tahu betul karakternya Pak JK. Orangnya gigih, mungkin karena pedagang kali ya. Enggak ada yang enggak bisa, harus bisa,” ungkap Anwar melalui sambungan telepon kepada Alinea.id, (19/8).

Karakter inilah yang menurut Anwar tidak dimiliki oleh Ma’ruf Amin. Sebab keduanya memang tumbuh dari latar belakang yang berbeda. Ma’ruf tumbuh dengan latar belakang agamawan. Sementara JK adalah seorang pebisnis.

Meski demikian, Anwar mengakui bahwa Ma’ruf Amin juga sebetulnya orang yang cukup cerdas. Dia merupakan sosok yang cepat belajar dan punya kapasitas yang cukup baik dalam beberapa bidang, khususnya soal ekonomi syariah dan keagamaan.

Jika diberi kepercayaan, Anwar yakin bahwa Ma’ruf dapat bekerja secara maksimal. Kendati itu bukan dalam perkara yang terkait dengan bidangnya. Dalam urusan bencana sekalipun, Anwar yakin bahwa Ma’ruf bisa bekerja dengan baik. Hanya saja, hingga saat ini Anwar belum melihat adanya kepercayaan itu dari presiden.

“Pertanyaan saya, kenapa Pak Kiyai Ma’ruf dinilai orang enggak ada kerja? Ya kesimpulannya satu, beliau tidak pernah diberi kekuasaan penuh untuk mengatasi masalah,” terang Anwar.

Gebrakan ekonomi syariah

Kesimpulan Anwar tidak salah. Sebab, belakangan ini memang banyak pihak yang menilai bahwa tidak dilibatkannya Ma’ruf dalam berbagai tim penanganan Covid-19 merupakan indikasi ketidakpercayaan presiden terhadap wakilnya.

Namun, opini liar itu buru-buru dibantah oleh Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi. Menurut Cak Duki, sapaan akrab Masduki, anggapan publik terhadap Ma’ruf itu salah besar. Presiden masih percaya penuh terhadap Ma’ruf dalam kapasitasnya sebagai wapres.

“Yang bilang begitu siapa? Yang bilang bahwa wapres tidak dilibatkan itu tidak benar itu. Beliau kerja terus menerus setiap hari dengan presiden,” tutur Cak Duki saat dikonfirmasi Alinea.id belum lama ini.

Ma’ruf, sambungnya, telah secara maksimal membantu presiden dalam setiap urusan yang butuh tindak lanjut lebih jauh. Sebagai contoh, 14 Agustus lalu, Ma’ruf memimpin rapat secara langsung terkait Perkembangan Pelaksanaan Kebijakan PEN di depan para menteri urusan ekonomi, termasuk Sri Mulyani, Erick Thohir dan Airlangga Hartarto.

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin duduk di tangga Istana Merdeka sebelum mengumumkan kabinet dalam kepemimpinan Jokowi yang kedua (23/10/2019)/Foto Reuters/Willy Kurniawan.

Dalam rapat itu, Ma’ruf tampak menunjukkan kekecewaannya atas kinerja PEN yang belum maksimal dan upaya pencegahan penularan kasus Covid-19. Dengan nada yang halus dan santun, Ma’ruf meminta agar para menterinya bekerja lebih keras lagi untuk menyukseskan dua perkara tersebut.

Sebelumnya, pada 7 Agustus 2020, Ma’ruf juga turut memberikan pidato dalam acara pembukaan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2020. Dalam pidatonya, Abah berencana untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produk halal dunia serta keuangan dan ekonomi syariah internasional.

“Dan sekarang itu desain programnya itu sedang dirancang terutama yang terkait dengan persoalan-persoalan misalnya dalam konteks apa kawasan ekonomi khusus (KEK),” terang Cak Duki.

Abah memang punya kapasitas yang mumpuni dalam urusan ekonomi syariah. Karena itu, sampai saat ini dia masih menjabat sebagai Ketua Pelaksana Harian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).

Sayangnya, dengan kapasitas Ma’ruf sebagai wapres, gebrakan dalam ekonomi syariah yang diharapkan belum begitu mengesankan. Padahal, menurut Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibosono, jika Ma’ruf mau sebetulnya banyak instrumen dalam syariah yang dapat digunakan untuk membantu Indonesia melalui masa krisis ini.

Misalnya saja, pembiayaan melalui Sukuk Wakaf atau cash waqf linked sukuk (CWLS) dan Surat Berharga Negara Syariah (SBSN). Jika dimaksimalkan, dua instrumen ini dapat membantu Indonesia keluar dari masalah pembiayaan berisiko tinggi yang selama ini dilakukan pemerintah, seperti SBN komersial.

Wakaf dan SBNS tidak menyaratkan bunga besar seperti yang ada di SBN komersial. Dana wakaf rerata bertenor 5 tahun dan keuntungannya bakal disalurkan pada kegiatan sosial. Berbeda dengan SBN komersial di mana pemerintah harus menanggung bunga pengembalian rerata 8-10%.

Selain itu, instrumen syariah juga bisa dimanfaatkan pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) dengan tepat sasaran. Caranya dengan merangkul lembaga amil zakat yang selama ini sudah punya data valid masyarakat kalangan menengah bawah.

Dibandingkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dimiliki pemerintah, data milik lembaga amil zakat ini dinilai lebih lengkap dan terukur. Sehingga dengan begitu, penyaluran bansos bisa dilakukan secara menyeluruh kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Pemerintah juga mestinya bisa memaksimalkan peran perbankan syariah dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) untuk menyalurkan kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Dengan begitu, sebagian UMKM yang datanya tidak tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga dapat menerima manfaat dari program restrukturisasi dan bunga murah dari pemerintah.

“Ini apalagi kita punya Pak Wapres ya sekarang, harusnya bisa itu diarahkan oleh otoritas, OJK dalam hal ini,” tutur Yusuf kepada Alinea.id, (18/8).

Sementara itu, Tim Ahli Dewan Industri Kreatif Syariah Indonesia (IKRA) Adiwarman Karim menilai bahwa gebrakan pada ekonomi syariah yang dimaksud itu hanya tinggal menghitung waktu. Saat ini, sambungnya, dia bersama dengan KNEKS tengah mempersiapkan sejumlah inisiatif untuk mendongkrak perekonomian melalui instrumen syariah.

Setidaknya, ada 9 inisiatif yang tengah disiapkan KNEKS untuk menyongsong tantangan di masa pandemi Covid-19. Sayangnya, Adiwarman tidak menyebutkan inisiatif apa yang dimaksud tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa inisiatif ini akan mulai terasa dampaknya pada kuartal IV 2020 atau paling lambat awal 2021.

“Nanti mungkin bulan September kita akan lihat nanti, gebrakan-gebrakan yang akan beliau (Ma’ruf) lakukan. Baik gebrakan dalam sosialisasi melalui media masa maupun gebrakan soal inisiatif yang tadi kita sampaikan,” pungkas Adiwarman.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid