sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pasar modal Indonesia masih menjanjikan

Berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia, sejak awal tahun hingga 6 Juli 2018, IHSG rontok hingga -10,40%.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Senin, 09 Jul 2018 09:52 WIB
Pasar modal Indonesia masih menjanjikan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tren terkoreksi sejak awal tahun. Begitu pula dengan nilai tukar Rupiah yang sempat menyentuh level Rp14.500 per US$. 

Executive VP Intermediary Business Schroders Investment Management Indonesia, M Renny Raharja menuturkan, bursa saham Indonesia bukan satu-satunya yang rontok akibat kondisi global saat ini, terdampak dari apresiasi dollar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia, sejak awal tahun hingga 6 Juli 2018, IHSG rontok hingga -10,40%. Capaian itu, terburuk nomor dua di Asia Tenggara, terburuk nomor tiga di Asia Pasifik dan terburuk nomor enam di pasar saham dunia. Memang masih ada yang lebih parah lagi dari Indonesia, yakni penurunan indeks Shanghai Composite di China, mencapai -16,31%.

"Yang kena bukan hanya Indonesia, ini dampak dari global pengaruh di negara berkembang," ujar Renny dalam acara edukasi "Peluang, Tantangan dan Strategi Menghadapi Volatilitas Pasar di semester 2," di Jakarta, akhir pekan lalu.

Melihat kondisi itu, Renny memandang bahwa pasar saham saat ini cocok bagi investor jangka panjang. Karena meski menarik secara valuasi dan masih ada risiko volatilitas akibat nilai tukar rupiah yang dipengaruhi global. “Pasar saham kita sangat atraktif, tetapi tidak dipungkiri volatilitas masih ada,” ungkapnya.

Tingkat pengembalian investasi (return) pasar saham Indonesia tahun ini diperkirakan berkisar antara 10% - 11%. Return pasar saham diperkirakan bakal mengikuti pertumbuhan laba bersih emiten 2018 sekitar 10% - 11%. Itulah sebabnya dia berkeyakinan pasar modal Indonesia masih menjanjikan.

Pertumbuhan laba bersih emiten saham tahun ini diprediksi akan ditopang laba bank besar. Meskipun suku bunga acuan telah naik, tetapi biaya dana (cost of funding) bank besar masih tetap rendah.

Kondisi tersebut terjadi karena basis dana untuk penyaluran pinjaman bank BUKU IV sebagian besar berasal dari tabungan dan giro. Kondisi itu berbeda dibandingkan dengan bank-bank kecil yang sebagian besar biaya dananya berasal dari deposito. “Net interest margin bank kecil akan tergerus karena harus ikut menaikkan bunga deposito,” ujar Renny.

Sponsored

Apalagi Bank Indonesia (BI) telah membuat keputusan yang bagus untuk menjaga rupiah tetap kompetitif. BI telah melakukan upaya menjaga nilai tukar rupiah melalui dua instrumen, yakni tingkat suku bunga dan cadangan devisa.

Renny menyarankan investor yang memiliki profil risiko rendah untuk melirik surat utang jangka pendek. Ekspektasi investor terhadap imbal hasil (yield) surat utang jangka pendek meningkat dengan adanya risiko global.

“Untuk investor jangka pendek dapat menaruh dana di surat utang jangka pendek karena yield-nya atraktif. Dapat ditaruh juga di pasar uang atau deposit. investor juga dapat memilih reksadana yang isi portofolionya sebagian besar ditaruh di surat utang jangka pendek," pungkasnya.
 

Berita Lainnya
×
tekid