sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Melihat komunitas gerakan sosial gen Z

Ada beberapa komunitas yang dibentuk generasi Z untuk memberdayakan masyarakat.

Hanifa Nabilla Elansary
Hanifa Nabilla Elansary Kamis, 30 Nov 2023 14:00 WIB
Melihat komunitas gerakan sosial gen Z

Di tengah anggapan miring kelompok gen Z, kelahiran 1997-2012, yang pemalas dan cengeng, terdapat mahasiswa dari generasi itu yang aktif membentuk komunitas untuk tujuan memberdayakan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Salah satu komunitas yang digerakan mahasiswa adalah Indonesia Pintar.

Komunitas ini fokus terjun ke masyarakat dalam bidang pendidikan, lingkungan, dan pemberdayaan perempuan. Indonesia Pintar berdiri pada November 2020, dipelopori dua orang mahasiswa Universitas Indonesia (UI).

Mohamad Arifudin Syah, 22 tahun, pernah menjadi sukarelawan pengajar komunitas Indonesia Pintar. Namun, kini ia tak lagi aktif. “Karena fokus kerja,” ucapnya kepada Alinea.id, Rabu (22/11).

Menurut dia, saat ini sukarelawan pengajar di Indonesia Pintar tersisa empat orang yang masih aktif. “Dulu sih banyak. Cuma sudah pada keluar juga karena fokus dengan kesibukan masing-masing,” kata dia.

Sukarelawan pengajar di Indonesia Pintar, kata Arifudin, rata-rata berkuliah di perguruan tinggi yang berbeda-beda. Ia mengetahui Indonesia Pintar dari seorang temannya di prodi psikologi Universitas Gunadarma. Ia lantas ikut menjadi sukarelawan pada Desember 2020. Arifudin sempat menjadi ketua bidang pendidikan di komunitas tersebut.

“Namun seiring berjalan waktu, aku banyak kegiatan dan tidak bisa ditinggalkan, makanya aku off. Aku juga kerja,” ucap Arifudin.

“(Anggota) yang lain dan founder-nya juga sudah mulai sibuk masing-masing, jadi sudah enggak terlalu fokus di sana.”

Ia menyebut, fokus kegiatan Indonesia Pintar ada di dua tempat, yakni di bilangan Andara dan di dekat One Belpark Mall, Jakarta Selatan. Jumlah anak-anak yang diajar sukarelawan Indonesia Pintar, katanya, tak menentu.

Sponsored

“Usianya (anak-anak didik) rentang lima tahun hingga (usia) SMP,” tutur Arifudin.

Anak-anak yang diajar terbagi menjadi tiga tingkatan, dari TK, SD, dan SMP. Untuk tingkat TK diajarkan menggambar, SD diajarkan bahasa Inggris dan matematika, sedangkan SMP diajarkan public speaking bahasa Inggris.

Untuk menjalankan aktivitas komunitas, Arifudin mengatakan, terkadang mereka mendapat donasi untuk pembelajaran. “Waktu itu juga sempat open donasi, alhamdulillah tersalurkan,” tuturnya.

Ia mengakui, dari aktivitas Indonesia Pintar, ada saja warga yang kurang senang dengan keberadaan mereka. Meski saat ini sudah tak aktif, tetapi Arifudin berharap, Indonesia Pintar tetap eksis.

“Semoga makin banyak pengajar-pengajar di sana. Ya, walaupun ada beberapa dari masyarakat yang enggak senang sama kegiatan ini,” kata dia.

Komunitas lain yang digerakan gen Z dan masih aktif adalah Berkelana. Pendiri komunitas Berkelana, Alfira Aulia Ahmad, 23 tahun, mengatakan pemantik niatnya mendirikan Berkelana karena alasan personal. Ia menerangkan, selalu diajarkan orang tuanya untuk berbagi kepada sesama.

“Keluargaku cukup rutin berbagi dengan (anak) yatim-piatu,” ujar Alfira kepada Alinea.id, Rabu (22/11).

Kemudian, pada April 2023 ia mendirikan komunitas itu. “Jadi, Berkelana ini memang komunitas untuk siapa saja yang ingin lebih dekat dengan kehidupan sosial, yang ada dan peduli dengan sesama,” kata Alfira.

Kegiatan Berkelana adalah menyantuni panti jompo, anak-anak yatim, dan mengajar anak-anak kurang mampu. Ia ingin, Berkelana bisa menjadi wadah kepada anak muda untuk berbagi. Kini, jumlah anggota di grup WhatsApp berkelana mencapai 180 orang, dan di Telegram sebanyak 300 orang.

Sementara, Berkelana cukup aktif melakukan aksi mengajar untuk anak-anak kurang mampu. Lokasinya tak menentu. Terkadang, mereka mengajar di kolong jembatan layang atau permukiman. Sukarelawan pengajar Berkelana, sebut Alfira, ada 15 hingga 25 orang, berasal dari pemuda setempat.

“Untuk beberapa tempat, kami pilih anak-anak mulai usia 1 tahun hingga 12 tahun, jumlahnya sekitar 15 hingga 20 orang,” tuturnya.

“Kami mengajarkan keterampilan, kreativitas, dan konseling.”

Untuk menjalankan aktivitas sosial, Alfira menyebut, mereka menerima donasi. “Jadi, setiap satu orang Berkelana yang ikut partisipasi kegiatan kami, maka akan dikenakan donasi dengan nominal yang ditentukan,” tutur Alfira.

“Misalkan Rp150.000 terdiri dari donasi bagi pemanfaat, makan, souvenir, dan momen.”

Di sisi lain, Alfira mengatakan, warga sekitar tempat mengajar senang dengan adanya anak-anak muda yang aktif dan meluangkan waktunya bagi orang lain.

“Tanggapan dari Sobat Berkelana—sebutan sukarelawan Berkelana—mereka sangat antusias karena bisa melihat realita kehidupan masyarakat dan menjadi manusia yang bermanfaat bagi banyak orang,” ujar Alfira.

“Harapan dari aku, semoga komunitas Berkelana bisa tetap menjadi wadah yang memberikan rasa aman, nyaman, dan bergerak bersama-sama membantu sesama.”

Berita Lainnya
×
tekid