sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Deretan kritik Said Aqil untuk Jokowi

Usai Pilpres 2019, Ketua PBNU Said Aqil rajin mengumbar kritik terhadap kinerja pemerintahan. 

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Selasa, 03 Mar 2020 14:59 WIB
Deretan kritik Said Aqil untuk Jokowi

Hubungan Nahdlatul Ulama (NU) dengan pemerintah Jokowi ditengarai sedang tak harmonis. Usai Pilpres 2019, Ketua PBNU Said Aqil rajin mengumbar kritik terhadap kinerja pemerintahan. 

Saat peringatan hari lahir ke-94 NU di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, akhir Januari lalu misalnya, Said bahkan mengkritik pemerintah di depan Wapres Ma'ruf Amin. 

Ketika itu, Said menyebut pemerintah cenderung terlalu berpihak kepada segelintir konglomerat dalam pengelolaan sektor-sektor ekonomi. "Misalnya sektor perbankan. Data OJK menyebutkan 33,5% aset perbankan di Indonesia masih dikuasai asing," ucap Said. 

Kritik juga sempat diucapkan Said mengenai oligarki elite politik dan pengusaha di lingkaran Jokowi saat menghadiri Haul KH Anas Sirojudin ke-6 di Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, Jawa Barat pada penghujung 2019.

"Ini negara dikuasai oleh orang-orang yang punya duit atau didukung oleh orang-orang yang punya duit. Pak Jokowi tidak punya duit. Pak Jokowi tidak punya partai karena bukan ketua partai, tapi didukung yang punya duit dan punya partai," ujar Said. 

Guru besar adab dan humaniora Universitas Islam Negeri Jakarta Sukron Kamil, menilai kritik yang diutarakan Said Aqil hanya sekadar ekspresi kekecewaan. Menurut dia, tidak ada gelagat NU benar-benar ingin kembali ke khitah sebagai ormas sosial dan keagamaan yang lepas dari politik praktis.

"Hemat saya, dari berbagai pernyataan ketua umumnya, (kritik NU) tampak lebih karena mereka kecewa terhadap pemerintahan Jokowi yang tidak memenuhi harapan atau ekspektasi akomodasi politik," ujar Sukron kepada Alinea.id di Jakarta, Minggu (23/2).

Sukron melihat, sikap yang ditunjukkan Said Aqil belakangan mirip dengan perilaku elite-elite parpol di kelompok poros tengah pada awal pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. 

Sponsored

Ketika itu, banyak elite politik dari poros tengah yang kecewa karena tidak diakomodasi di pucuk kekuasaan meskipun merasa telah berjasa mengantarkan Gus Dur sebagai Presiden ke-4 RI. 

"Politik itu sering menjadi candu para pelakunya yang terlibat. Apalagi, kecenderungan umumnya orang selalu lebih melihat rumput di depan rumah tetangga terasa lebih hijau. Dalam hal ini, bagian yang didapat PDI-P dan parpol lain yang menjadi pendukung Jokowi," jelas Sukron.  
 

Infografik Alinea.id/Dwi Setiawan

Berita Lainnya
×
tekid