close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Khudori. Foto dokumentasi.
icon caption
Khudori. Foto dokumentasi.
Kolom
Selasa, 10 Juni 2025 17:25

Koperasi Merah Putih, BULOG, dan swasembada pangan

Koperasi Merah Putih bagian tidak terpisahkan dari upaya mencapai swasembada pangan dan pembangunan dari desa untuk pemerataan ekonomi.
swipe

Pemerintah tengah mengakselerasi pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP). Ditargetkan terbentuk 80.000 KDMP tepat Hari Koperasi, 12 Juli 2025, dan diluncurkan 28 Oktober 2025. Merujuk Instruksi Presiden (Inpres) No.9/2025 tentang Percepatan Pembentukan KDMP, ditempuh tiga skema: pendirian baru, pengembangan, dan revitalisasi. Dari pemetaan ditemukan 31.213 entitas (4.225 KUD aktif dan 26.988 non-KUD aktif) yang perlu dikembangkan, 4.641 KUD tak aktif yang akan direvitalisasi, dan pendirian baru di 52.266 desa/kelurahan. Target kolosal ini tentu saja amat ambisius.

Ihwal alasan pembentukan, merujuk Inpres 9/2025, KDMP adalah bagian tidak terpisahkan dari upaya mencapai swasembada pangan dan pembangunan dari desa untuk pemerataan ekonomi. Untuk mencapai itu, Inpres 9/2025 menginstruksikan kepada 13 menteri, 3 kepala badan, 38 gubernur, dan 514 bupati/wali kota untuk mengambil aneka langkah strategis, terpadu, terintegrasi, dan terkoordinasi antara kementerian/lembaga dan pemda. Mulai dari pendanaan, fasilitasi, pendampingan, dan penguatan kapabilitas. Juga pemantauan dan evaluasi. Dibentuk pula Satgas Percepatan Pembentukan KDMP.

Bagaimana memaknai langkah Presiden Prabowo Subianto ini?

Kalau ditarik jauh ke belakang, langkah Prabowo hingga tujuh bulan berkuasa ini identik dengan laku Presiden Soeharto pada era 1970-an. Salah satu pekerjaan rumah (PR) Soeharto tatkala mewarisi kekuasaan dari Orde Lama adalah ketersediaan pangan, terutama beras, yang terbatas. Indonesia importir beras yang besar saat itu. Lewat adopsi teknologi-inovasi bernama revolusi hijau, Soeharto menargetkan swasembada beras. Untuk mencapai itu, berbagai langkah taktis ditempuh.

Di pusat dibentuk Sekretariat Bimbingan Masal (Bimas). Pengorganisasian ke daerah dilakukan tersentral di bawah Bimas yang dipimpin langsung Presiden Soeharto. Untuk mendukung produksi padi dibangun pabrik pupuk dan benih Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Untuk mendukung pembiayaan dikembangkan skim kredit bagi petani melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dibangun pula KUD dan institusi di atasnya, seperti Kementerian Koperasi dan Bulog. Pemerintah juga membangun-memperluas litbang pertanian dan penyuluhan pertanian. 

Bimas amat kuat dalam mengontrol atau mengendalikan seluruh lembaga pemerintah. Agar program berjalan hingga level terbawah, level desa, setiap desa dilengkapi catur sarana unit desa, yaitu kios sarana produksi, BRI unit desa, penyuluhan unit desa (PPL), dan Badan Usaha Unit Desa/KUD. Kios sarana produksi menyediakan input produksi (benih, pupuk, pestisida, dan lainnya) pertanian. BRI unit desa memastikan petani bisa mengakses pendanaan dengan mudah dan murah. PPL menggaransi petani bisa mengadopsi inovasi. BUUD/KUD membeli hasil produksi petani dan disetor ke BULOG.
Di kemudian hari, persisnya pada 1984, swasembada beras dicapai. Presiden Soeharto dianugerahi penghargaan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Berkat revolusi hijau hanya dalam 14 tahun (1970-1984) produksi padi RI naik dari 1,8 ton/ha jadi 3,01 ton/ha. Untuk menaikkan produksi padi dari 2 ton/ha jadi 3,28 ton/ha Jepang memerlukan waktu 68 tahun (1880-1948) dan Taiwan perlu 57 tahun (1913-1970). Meski status swasembada beras hanya bertahan beberapa tahun kemudian, prestasi ini membuat dunia berdecak kagum. Karena Indonesia berubah status: dari importir jadi swasembada.

Capaian ini sepertinya hendak diulang oleh Prabowo. Tanda-tandanya, pertama, membenahi salah satu input penting pertanian, yakni pupuk. Melalui Perpres No. 6/2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, penyaluran pupuk bersubsidi dipangkas dari 125 regulasi jadi lebih sederhana. Kedua, lewat Inpres No. 3/2025 tentang Pendayagunaan Penyuluh, penyuluh pertanian yang terdisrupsi UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah ditarik ke pusat. Ketiga, membentuk 80.000 KDMP. Soal pendanaan di desa belum jelas. Tapi jika bisnis KDMP jelas, dana dari lembaga keuangan akan mengalir ke desa. Jika Soeharto menumpukan pada Bimas, kendali swasembada sepertinya di Menko Pangan. 

Memang ada perbedaan mendasar era Soeharto dengan zaman Prabowo. Pertama, era Soeharto tersentral dan monolitik. Kontrol di pusat dan langsung di bawah Soeharto. Saat ini adalah era desentralisasi dan otonomi. Pusat bukan lagi penentu segala. Kedua, era Soeharto ada teknologi revolusi hijau. Saat ini pendekatannya masih seperti revolusi hijau. Padahal, revolusi hijau menuai aneka kritik. Bukan saja membuat petani tergantung pada teknologi dari luar, eksploitasi berlebihan membuat kesuburan tanah terdegradasi, hama-penyakit kian kebal, dan musuh alami mati, tapi produktivitas juga telah melandai. Di saat lingkungan strategis berubah, realistiskah swasembada dengan revolusi hijau? 

Terlepas dari mungkinkah swasembada pangan tanpa terobosan teknologi-inovasi baru. Revolusi hijau kedua misalnya. Atau terobosan lain. Yang jelas, kehadiran KDMP merupakan momentum langka yang harus bisa dimanfaatkan BULOG untuk memperluas portofolio bisnisnya. Di Inpres No. 9/2025 disebutkan KDMP bisa melakukan aktivitas sebagai kantor koperasi, pengadaan sembako, simpan pinjan, klinik, apotek, cold storage atau gudang, dan logistik. Ini disesuaikan karakteristik, potensi, kebutuhan, dan lembaga ekonomi yang ada di desa/kelurahan. Aneka usaha ini “amat dekat” dengan BULOG.

KDMP dan BULOG bisa menjalin kolaborasi. Pertama, KDMP sebagai jejaring Rumah Pangan Kita BULOG dalam mendistribusikan atau menjual aneka komoditas pangan, baik yang diproduksi BULOG maupun dari daerah setempat. Termasuk sebagai outlet penyaluran bantuan pangan atau bantuan sosial natura yang dikelola BULOG. Kedua, seperti KUD di masa lalu, KDMP sebagai pengumpul pangan produksi desa, terutama beras, jagung, dan kedelai. Ini akan mengoptimalkan serapan BULOG atas tiga komoditas itu di produsen. Ketiga, KDMP sebagai gudang fillial atau gudang transit BULOG. Sebagai tempat menyimpan stok beras, beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), dan bantuan pangan. Lewat kolaborasi, KDMP bisa jadi ujung tombak menjamin pangan tersedia dengan harga terjangkau hingga ke desa.

img
Khudori
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan