sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Vanessa dan pedoman liputan prostitusi

Setidaknya ada 369 media daring yang ramai-ramai menulis ikhwal Vanessa Angel sebanyak total 3.953 kali.

Purnama Ayu Rizky
Purnama Ayu Rizky Rabu, 09 Jan 2019 18:03 WIB
Vanessa dan pedoman liputan prostitusi

Hanya butuh waktu sehari buat Wartakota menulis kabar prostitusi daring yang menyeret artis televisi Vanessa Angel. “Tarif kencan artis Rp80 juta: Vanessa Angel ditangkap bareng lima lainnya” ditulis besar sebagai judul berita, Minggu (6/1). Foto Vanessa mengenakan setelan jumpsuit merah menyala menyesaki nyaris separuh halaman koran, tepat di samping kepala dan tiga paragraf teks berita. Naskah yang menurut tagline ditulis oleh Ari, dengan sebagian mengutip dari TribunJatim/Kps secara umum bercerita soal kronologi pembekukan Vanessa, Avriella Shaqqila, manajer, dan mucikari.

Dikisahkan oleh Wadirreskrimsus Polda Jatim, AKBP Arman Asmara Syarifuddin, Vanessa dan Avriella dibekuk lantaran kasus prostitusi daring.  "Dua artis ditangkap saat berada di dalam kamar hotel bersama pria yang bukan suaminya," demikian bunyi berita di koran ini. Penangkapan itu sendiri disebut-sebut sukses setelah Mapolda Jatim memantau Instagram Vanessa yang menggambarkan tengah berada di Surabaya.

Selebihnya, berita mengisahkan tentang Vanessa dan dua perempuan yang disebut wartawan Wartakota berparas cantik tiba di Mapolda Jatim, serta bagaimana proses penyelidikan akan dilakukan. Ada dua informan yang diwawancara langsung, semuanya adalah sumber resmi dari kepolisian, yakni Arman dan Kasubdit V Siber Ditreskrimsus AKBP Harissandi.

Sebenarnya, Wartakota bukan satu-satunya media cetak yang memberitakan soal ini di hari itu. Solopos dan Radar Bogor juga menjadi media cetak yang terhitung menulis penangkapan Vanessa. Angle berita nyaris serupa, yakni tentang Vanessa sebagai pelaku prostitusi berbiaya Rp80 juta.

Artis berinisial AS (tengah) berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan terkait kasus prostitusi daring di Gedung Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (6/1)/ Antara Foto

Bagaimana dengan media daring? Tak usah ditanya. Setidaknya ada 369 media daring yang ramai-ramai menulis ikhwal Vanessa sebanyak total 3.953 kali. Berita-berita itu umumnya mengandalkan narasumber dari kepolisian. Mewawancarai laki-laki sebagai sumber utama berita makin menambah daftar panjang tren media yang bias gender. Berdasarkan penelitian Tempo Institute serta Pusat Data dan Analisis Tempo (PDAT) dari 6 Agustus sampai 6 September 2018, dari 22.900 narasumber yang dikutip media, hanya 11% atau 2.525 orang di antaranya yang perempuan. Penelitian ini dilakukan terhadap tujuh media cetak dan tiga media daring, seperti Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Bisnis Indonesia,The Jakarta Post, Jawa Pos, Tempo.co, Kompas.com, dan Detik.com. Salah satu penyebab utamanya lantaran narasumber laki-laki, apalagi dari sumber resmi cenderung paling mudah dihubungi.

Vanessa adalah sumber klik

Pada Selasa (8/1), saya berbincang dengan Evi Mariani, jurnalis TheJakartaPost yang kerap meliput soal isu perempuan. Ia pernah menyusun laporan investigasi tentang pelecehan seksual yang diduga dilakukan dosen Fisipol UGM pada 2016 dan pemerkosaan atas Agni, mahasiswa di kampus yang sama tahun ini. Menurutnya, kasus Vanessa adalah contoh kesekian di mana polisi sebagai narasumber utama dan media sebagai penyambung lidah, berkolaborasi untuk jadi polisi moral dengan mempermalukan perempuan (Vanessa. Red).

Sponsored

“Polisi itu bermuka dua. Di satu sisi bilang Vanessa adalah korban, tapi di sisi lain aktif memfasilitasi media untuk menghukum ia secara sosial. Ini mirip seperti kasus Nikita Mirzani yang dulu sempat terjebak dalam pusaran prostitusi juga,” ujarnya pada saya.

Dalam definisi tradisional, imbuhnya, Vanessa memang bukan korban. Namun bagi Evi, ia tetap korban dari masyarakat yang berfokus pada male sexual gratification. Sayangnya, pria yang terlibat dalam kasus ini tak tertangkap radar wartawan. Dari media kecil hingga besar, semua menulis dari sudut pandang laki-laki, menggunakan narasumber resmi dari kepolisian yang juga laki-laki, merundung serta menyalahkan Vanessa. Anda tentu tak akan menemukan berita yang memuat lelaki yang menggunakan jasa Vanessa, asal-usul, bahkan senarai fotonya di headline berita. Sebab, ia tak seseksi Vanessa untuk mampu mendulang klik.

"Aparat penegak hukum dalam penanganan kasus ini, sangat bias gender. Misalnya dengan mempublikasikan nama para perempuan yang diduga menjadi pekerja seks, bahkan lengkap dengan wajahnya, sedang laki-lakinya yang menikmati jasa mereka bebas. Namanya saja kita tidak tahu, apalagi wajahnya,” kicau Dosen Uhamka yang fokus dalam isu perempuan, Yulianti Muthmainah di laman Facebook-nya.

Berita Lainnya
×
tekid