sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Generasi milenial abaikan konten politik dan radikal di masjid

Generasi muda menganggap angin lalu ceramah yang berisi politik praktis dan paham radikal.

Robi Ardianto
Robi Ardianto Jumat, 27 Jul 2018 21:40 WIB
Generasi milenial abaikan konten politik dan radikal di masjid

Masjid di Indonesia memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan masjid-masjid yang berada di negara lain. Di Indonesia masjid dibangun berdasarkan swadaya dari masyarakat, sehingga akan lebih sulit mengontrol konten-konten yang disampaikan didalamnya.

Tak heran jika belakangan, timbul konten politik praktis dan paham radikal dalam ceramah yang disampaikan dalam kegiatan keagamaan di masjid

Meski begitu, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) dengan menggandeng Merial Institute, dari 888 anak muda Islam yang berusia 16-30 tahun, hanya sebanyak 15,6% responden yang pernah menemukan materi ceramah berisi ajakan politik praktis.

Ketua Departemen Kaderisasi Pemuda dan Remaja Masjid Pengurus Pusat DMI, M Arief Rosyid Hasan mengatakan, meskipun ada ceramah yang mengajak politik praktis, namun hal tersebut tidak terlalu signifikan. 

"Menurut saya, khususnya bagi generasi muda justru tidak terlalu memiliki ketertarikan terhadap hal tersebut," katanya di Kantor Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia, Jakarta, Jumat (27/7).

Sehingga meskipun ada praktik seperti itu, hanya sekitar 15,54% saja yang setuju dengan konten politik praktis yang disampaikan. Menurutnya, kaum milenial tidak memiliki ketertarikan terhadap kampanye yang dilakukan dalam masjid

"Jika ada yang melakukan kampanye, dianggapnya sebagai angin lalu saja," katanya. 

Arief juga menegaskan, pihaknya selalu mengimbau agar masjid tidak digunakan menjadi arena kampanye atau politik praktis. 

Sponsored

Konten radikal

Selain konten politik praktis, disinyalir konten radikal juga menyusup dalam ceramah dan kegiatan keagamaan di masjid. Dalam hasil survei Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Rumah Kebangsaan, terungkap ada 41 dari 100 masjid di Jakarta yang terpapar paham radikal. 

Namun peneliti Merial Institute, Danial Iskandar mengatakan, metode penelitian yang dilakukan oleh Merial Institute dengan P3M dan Rumah Kebangsaan menggunakan metode yang berbeda. Penelitian P3M dan Rumah Kebangsaan, menurut Danial, melihat dari konten yang disampaikan kemudian dinilai secara langsung oleh peneliti. Sementara Merial Institute dan DMI tidak melihat konten, tapi persepsi jamaah terhadap konten tersebut. 

"Meskipun metodenya sudah tepat, namun karena yang menyimpulkan adalah si peneliti sendiri, maka menurut saya hasilnya menjadi bias," katanya. 

Berdasarkan hasil survey Merial Institute, hanya ada 6,98% saja yang menemukan konten radikal dalam ceramah yang disampaikan di masjid. Kemudian hanya sekitar 2,03% saja yang setuju dengan materi tersebut.

"Yang setuju dengan konten tersebut mungkin hanya masjid basis mereka saja," sebutnya.

Berita Lainnya
×
tekid