sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kala Anies Baswedan mengizinkan becak mengaspal di Ibukota

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggulirkan lagi wacana pengoperasian becak di Ibukota.

Akbar Persada
Akbar Persada Kamis, 11 Okt 2018 04:59 WIB
Kala Anies Baswedan mengizinkan becak mengaspal di Ibukota

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggulirkan lagi wacana pengoperasian becak di Ibukota. Landasan aturannya melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang kini sedang direvisi agar ada perubahan klausul pengeoperasian becak yang sebelumnya ilegal menjadi legal.

Ketika becak diperkenankan kembali mengaspal di jalan Ibukota, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI menyatakan kesiapannya untuk mengatur alur dan mekanisme rute perjalanan becak. Namun, Dishub membantah disebut sebagai leading sector wacana tersebut.

"Leading sector-nya bukan Dishub itu. Perda itu kan yang punya Satpol PP DKI dan Biro Hukum. Kami hanya menyesuaikan teknis di lapangannya saja," ujar Masdes Arroufi, Kepala Bidang Angkutan Jalan Dishub DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

Meski demikian, wacana melegalkan lagi pengoperasian becak tampaknya harus melalui jalan panjang dengan dua dilema. Sebab bagaimana pun revisi Perda Ketertiban Umum seperti yang diinginkan Pemprov DKI harus melalui kesepakatan antara eksekutif dan legislatif untuk membentuk sebuah Perda. 

Sementara itu, pemimpin legislator di DKI, Prasetio Edi Marsudi menilai pengoperasian becak merupakan langkah mundur yang sama sekali tak memperbaiki kualitas hidup pengayuhnya.

Pria yang akrab disapa Pras menyebut, aturan larangan becak yang tertuang dalam Perda Ketertiban Umum sudah tepat. Sebab, Jakarta sebagai Ibukota Negara lebih pantas memberikan pelayanan transportasi angkutan orang yang modern, canggih, nyaman dan aman serta lebih manusiawi.

Seperti transportasi massal berbasis bus rapid transit (BRT), yaitu Transjakarta yang sudah dikembangkan hingga 13 koridor. Lalu transportasi berbasis rel, seperti MRT Jakarta yang ditargetkan beroperasi pada akhir Maret 2019.

"Harusnya Pemprov DKI lebih fokus mengembangkan moda transportasi yang disesuaikan dengan kebutuhan warga Jakarta dan perkembangan zaman. Sudah saatnya Jakarta memiliki transportasi angkutan orang yang modern, canggih seperti ibukota-ibukota negara lainnya," terangnya.

Sponsored

Meski becak direncanakan hanya akan dioperasikan di lokasi-lokasi wisata seperti yang digulirkan Gubernur Anies Baswedan, Pras tak yakin implementasinya sesuai ekspetasi. Dia justru memprediksi, apapun konsepnya ketika becak dioperasikan kembali maka akan timbul kekacauan.

"Karena pengaturan dan pengawasannya bagaimana. Ketika becak yang direncanakan beroperasi seratus tiba-tiba yang muncul seribu akan seperti apa. Kita tahu sendiri ada kabar pengayuh becak dari daerah sudah mau datang ke Jakarta," ungkap Pras kepada Alinea.id.

Anies minta becak tak dicap negatif

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta masyarakat memandang proposional dalam wacana pengoperasian kembali becak di Jakarta. 

Dalam keterangannya kepada wartawan di Balai Kota, Anies memandang perlunya pemberian kesempatan yang sama kepada para pengayuh becak seperti profesi lain pada umumnya.

"Jangan gilas mereka dengan opini bahwa mereka adalah pengganggu kemajuan dan kemoderenan di Jakarta," terangnya, Selasa (9/10).

Dengan demikian, Anies mengatakan wacana pengoperasian becak yang dimaksud adalah mengatur para tukang becak yang selama ini ada dan beroperasi tanpa landasan hukum. Sebab dengan posisi tersebut, para tukang becak kerap menjadi subyek pemerasan dan berbagai tekanan.

"Nah saya akan mengatur sehingga mereka beroperasi di wilayah yang benar, yang tepat, yang sesuai. Sehingga Jakarta itu (memberikan) kesempatan untuk semuanya," ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno berpendapat bahwa wacana pengoperasian becak tak lebih dari sekedar kebijakan untuk memenuhi janji kampanye Gubernur Anies.

"Meskipun itu kurang produktif," ujarnya.

Di era serba cepat seperti ini, dikatakan Djoko, becak yang pernah menjadi moda transportasi andalan zamannya tak lagi layak. Kecuali becak dioperasikan secara khusus seperti yang dilakukan di kota-kota besar di Eropa.

"Kota-kota di Eropa, becak dioperasikan untuk wisata dengan tarif tinggi. Begitu pun penggunanya dipastikan memiliki gengsi yang tinggi pula," terangnya.

Namun, sambung Djoko, akan berbeda realitasnya ketika pengoperasian becak di Jakarta tidak didasari dengan konsep dan tujuan yang matang. 

"Maka yang terjadi sama saja, driver becak tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidup karena tarif yang murah, tidak diberi subsidi, dan tentunya kalah persaingan dengan moda lainnya," tandas Djoko. 

Berita Lainnya
×
tekid