sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Luhut dan impor TKA Tiongkok 

Di belakang layar, Luhut melancarkan lobi agar rencana "impor" TKA Tiongkok kesampaian.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Jumat, 08 Mei 2020 19:09 WIB
Luhut dan impor TKA Tiongkok 

Pemerintah akhirnya menunda keberangkatan 500 tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok ke Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Kepala Biro Humas Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) R. Soes Hindharno mengatakan penundaan dilakukan setelah pihaknya menghimpun aspirasi dari pemda dan masyarakat setempat. 

"Kita putuskan untuk menunda rencana kedatangan 500 TKA sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran pandemi Covid-19. Selanjutnya kita akan terus berkoordinasi dengan gubernur dan ketua DPRD provinsi terkait hal tersebut," kata Soes dalam keterangan pers kepada wartawan di Jakarta, Selasa (5/5). 

Sebelumnya, rencana pemerintah mengizinkan 500 TKA Tiongkok masuk ke Indonesia dikritik keras oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi. Menurut Ali, masyarakat Sultra tidak menolak kehadiran TKA anyar di tengah pandemi Covid-19. 

"Suasana kebatinan kita hari ini belum bisa menerima hal seperti (kedatangan TKA) itu. Ya, kita tunda. Suasana kebatinan masyarakat Sulawesi Tenggara, saya harus menjaga masyarakatku,” kata Ali seperti dikutip dari Antara.

Rencana kedatangan 500 TKA itu merupakan permintaan PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT. Obsidian Stainless Steel (OSS). Kedua perusahaan asal China itu meminta Kemenaker mengizinkan mereka mendatangkan pekerja dari kampung halaman mereka pada awal April lalu. 

Belakangan, peran Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam upaya meloloskan ratusan TKA itu disebut-sebut. Dalam wawancara di sebuah stasiun televisi swasta, Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa mengungkapkan, Luhut sempat melobinya untuk meloloskan ratusan TKA itu. 

"Menko Maritim katakan, 'Sudah Ker, apa yang kau minta kita siapkan.' Tapi, kenyataannya juga sampai sekarang belum ada itu terima bantuan (penanganan Covid-19). Bagaimana kita ini?" ujar Kery. 

Soal itu, juru bicara Kemenko Marves Jodi Mahardi membantah Luhut punya kepentingan khusus untuk meloloskan ratusan TKA ke Indonesia. Ia pun mengalihkan semua pertanyaan soal rencana mendatangkan TKA tersebut ke Kemenaker. "Sebaiknya bicara dengan Kemenaker," ucapnya.

Sponsored

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan, inisiatif mengimpor TKA datang dari VDNI dan OSS. Ia pun membenarkan bahwa Kemenaker sempat menyetujui rencana itu. 

Namun, saat ditanya soal peran Luhut dan alasan pemerintah terkesan ngotot mendatangkan TKA di tengah pandemi, Meidy langsung irit bicara. "Saya dilarang Ketua Umum APNI untuk komentar," ujarnya kepada Alinea.id, Selasa (5/5).

Ini bukan kali pertama Luhut mendukung kebijakan impor TKA di tengah pandemi. Pada pertengahan Maret lalu, Luhut juga bersuara keras membela kedatangan 49 TKA asal Tiongkok ke Sultra. Padahal, Kemenaker sempat menyebut ke-49 TKA yang juga didatangkan PT VDNI itu ilegal dan bakal dideportasi. 

Dalam sebuah konferensi video, Luhut menerangkan bahwa 49 TKA asal Tiongkok itu sudah mendapatkan visa berkategori 211 A pada 14 Januari atau sebelum pemerintah memberlakukan larangan WNA China masuk. "Ada juga Permenkumham. Jadi, enggak ada yang dilanggar," ujar Luhut. 

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (kedua kiri) dan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kiri) memberikan keterangan pers usai melakukan peninjauan kesiapan Bandara dalam menghadapi COVID-19 di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (13/3). /Foto Antara

Bau kepentingan investor 

Aturan yang dimaksud Luhut ketika itu ialah Permenkumham Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia. Pada pasal 3 ayat (1) Permenkumham itu disebutkan bahwa larangan tidak berlaku bagi orang asing yang akan bekerja pada proyek-proyek strategis nasional.

Kepada Alinea.id, anggota Komisi VI DPR Amin Ak mengatakan, Permenkumham itu kental bernuansa kepentingan pengusaha. Ia menduga pesanan untuk mendatangkan TKA dibuat sebelum beleid yang dikeluarkan Menteri Yasonna Laoly itu resmi berlaku. 

"Peraturan ini kan sudah menunjukkan indikasi menyediakan untuk mereka. Jadi, ada keinginan dulu baru peraturannya dibuat untuk memfasilitasi mereka," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. 

VDNI memang tergolong perusahaan strategis di Sultra. Di Morosi, Konawe, VDNI memiliki smelter yang mampu mengolah 600.000–800.000 ton nickel pig iron per tahun. Hingga 2018, VDNI telah menyumbang ekspor nikel dengan nilai setara US$142,2 juta. 

Amin juga mempertanyakan argumentasi Kemenaker soal kapabilitas TKA Tiongkok yang tidak bisa digantikan tenaga kerja Indonesia. Menurut dia, argumentasi semacam itu janggal. "Apa iya mungkin kualifikasi orang Indonesia tidak ada yang seperti itu," kata dia. 

Karena itu, Amin menilai wajar jika DPRD Sultra dan pemda setempat sempat menolak kedatangan TKA tersebut. Apalagi, pemerintah tengah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) demi meredam penyebaran virus Covid-19. 

"Ironinya jadi berlipat. Dalam kondisi normal saja, mestinya yang diprioritaskan itu tenaga kerja kita. Di satu sisi, orang mobilitasnya dikurangi demi memutus persebaran. Tapi, orang asing malah dikasih keistimewaan," kata dia. 

Protes keras pun datang dari anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus. Menurut dia, kebijakan itu jelas-jelas bertentangan dengan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019. 

"Ada yang janggal dengan kebijakan pemerintah pusat yang terkesan memaksakan rencana mendatangkan 500 TKA asal China ke Sultra. Padahal, saat ini kita dihadapkan dengan penanganan wabah," kata Guspardi kepada Alinea.id di Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Jika tak ditunda, menurut Guspardi, kebijakan pemerintah itu justru malah bakal bikin runyam. "Tentu akan merusak suasana kebatinan di tengah masyarakat, dan membuat kepercayaan rakyat kepada pemerintah menjadi bermasalah," kata dia. 

Petugas medis menaikan bantuan APD dan masker ke atas mobil truk milik BPBD Sulawesi Tenggara di kantor PT Viertue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa (14/4). /Foto Antara

Tak salah, tapi tak etis 

Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga (Unair) Hadi Subhan mengatakan, sebenarnya tak ada yang salah dengan rencana pemerintah mengimpor TKA dari Tiongkok. Namun, rencana itu tidak tepat jika dilaksanakan pada masa pandemi. 

"Sebab perusahaan-perusahaan di dalam negeri saja disuruh berhenti beroperasi dan hanya beberapa saja yang diperbolehkan. Tapi, ini dari asing kok malah masuk. Itu tidak etis dengan situasi seperti ini dan melukai keadilan masyarakat," ucap Hadi kepada Alinea.id, Senin (4/5).

Soal waktu penundaan, Hadi mengusulkan agar rencana memberangkatkan ratusan TKA itu ditunda hingga badai Covid-19 benar-benar berlalu. Dengan begitu, kedatangan TKA tidak akan lagi dipersoalkan oleh publik. 

"Ditunda saja barang dua atau tiga bulan lagi. Toh, juga bukan pekerjaan yang darurat dan mendesak. Jujur saja ini tidak etis dilakukan, terutama yang memberi izin, yakni si Menteri Ketenagakerjaan," kata dia. 

Infografik Alinea.id/Oky Diaz

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan di masa pandemi. Menurut dia, pemerintah abai terhadap beragam potensi persoalan yang bakal muncul saat merencanakan kedatangan 500 TKA Tiongkok. 

"Pertama, ini akan semakin membuat hubungan pemerintah pusat dan daerah tidak harmonis. Kedua, bakal menambah ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. Bila suara di daerah tak digubris, ini bisa memicu konflik antara TKA China dengan masyarakat lokal. Itu justru membahayakan semua pihak dan bakal membuat citra Indonesia buruk dalan hal investasi," tutur dia. 

Karena itu, Trubus meminta elite-elite politik dan pengusaha yang punya kepentingan dalam bisnis nikel di Sultra menahan diri. Ia khawatir kebijakan memberangkatkan TKA Tiongkok bakal jadi bumerang jika dipaksakan. 

"Elite-elite yang bermain tentu perlu diingatkan dan dikritisi. Paling tidak sampai enam bulan ke depan. Sebab, rencana ini bertentangan dengan kebijakan PSBB dan kebijakan lainnya yang berkaitan dengan penanganan Covid-19," imbuhnya. 
 

Berita Lainnya
×
tekid