sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kejagung sebut Fakhri Hilmi mengetahui mark up saham terkait Jiwasraya

Fakhri Hilmi diinlai sengaja tidak membekukan saham terkait Jiwasraya yang digoreng.

Ayu mumpuni
Ayu mumpuni Senin, 29 Jun 2020 16:57 WIB
Kejagung sebut Fakhri Hilmi mengetahui mark up saham terkait Jiwasraya

Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan alasan penetapan tersangka Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi. Ia dinilai dengan sengaja tidak memberikan sanksi atas penyimpangan transaksi terkait saham PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono menjelaskan, hal itu bermula saat penanaman reksa dana Jiwasraya pada periode 2014-2018 dikelola 13 perusahaan manager investasi (MI). Saat itu harga pembelian reksa dana sesuai LHP PKN dan BPK, senilai Rp12,704 triliun.

"Produk reksa dana yang diterbitkan oleh 13 MI itu, portofolionya berupa saham-saham yang harganya sudah dinaikkan secara signifikan atau mark up oleh terdakwa Heru Hidayat dan Benny Tjokro, yang diduga melibatkan emiten IIKP, PPRO, SMBR, TRAM, SMRU, MYRX, ARMY, BTEK, LCGP, RIMO, POOL, SUGI, BJBR," tutur Hari saat dikonfirmasi, Senin (29/6).

Hari menjelaskan, Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat ternyata berperan sebagai pengendali semua investasi Jiwasraya pada 13 korporasi MI. Kemudian, Fakhri Hilmi dalam tugasnya di OJK, tidak melakukan pengawasan dengan benar.

"Pengawasan perdagangan saham dan reksa dana, dilaksanakan Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A pada OJK yang pada periode 2014-2017 dijabat Fakhri Hilmi. Hal itu berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner (KDK) Nomor 15 /KDK.02/2014 tanggal 28 Maret 2014. Pejabat ini memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap pengelolaan investasi khusus reksa dana," kata Hari.

Selain tidak melakukan pengawasan dengan benar, Fakhri Hilmi ternyata juga mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham PT Inti Agri Resources Tbk. (IIKP). Penyimpangan yang terjadi berupa menaikkan harga saham atau mark up oleh grup terdakwa Heru Hidayat yang dijadikan portofolio reksadana di 13 MI, di mana penyertaan modal terbesar adalah Jiwasraya.

Selain itu, berdasarkan laporan Tim Pengawas DPTE, telah terjadi penyimpangan transaksi saham berupa tindak pidana pasar modal sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 (UUPM). Penyimpangan itu telah dilaporkan kepada tersangka Fakhri Hilmi.

"Berdasarkan fakta yang ditemukan oleh DPTE dan DPIV itu, Fakhri Hilmi tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksa dana dimaksud. Dikarenakan Fakhri Hilmi telah ada kesepakatan dengan Erry Firmansyah dan Joko Hartono Tirto yang terafiliasi Heru Hidayat untuk melakukan beberapa kali pertemuan yang bertujuan untuk tidak menjatuhkan sanksi pembekuan kegiatan usaha kepada 13 MI," ujar Hari.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid