sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Keluhan siswa dan guru soal pelaksanaan USBN

Selain waktu yang berdekatan, kekurangan komputer dialami di berbagai daerah.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Selasa, 02 Apr 2019 10:09 WIB
Keluhan siswa dan guru soal pelaksanaan USBN

Waktu pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang terlalu berdekatan dikeluhkan guru dan murid. Tidak adanya jeda waktu minggu tenang membuat siswa sulit berkonsentrasi. 

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, ada tiga keluhan yang disampaikan guru dan murid terkait pelaksanaan USBN dan UNBK. Pertama, waktu yang berdekatan sehingga tidak memiliki jeda waktu minggu tenang. 

"Mereka merasa seperti diburu waktu, tidak sempat istirahat dan refreshing untuk mempersiapkan mental," kata Retno dalam keterangan tertulis yang diterima Alinea.id pada Selasa (2/4). 

Seperti yang telah diketahui, USBN berlangsung dari tanggal 23-30 Maret 2019. Lalu, UNBK berlangsung pada tanggal 1, 2, 4, dan 8 April 2019.

Waktu yang berdekatan ini berdampak pada kondisi konsentrasi siswa terpecah. Hal ini berdasarkan pengakuan salah satu guru SMA swasta di Jakarta Timur. 

Kedua, keluhan soal sarana dan prasarana UNBK di berbagai sekolah yang masih tergolong minim. Ketiga, pembiayaan UNBK yang sepenuhnya dibebankan kepada sekolah. 

"Kekurangan komputer yang akan digunakan untuk UNBK di SMK dan SMA membuat sekolah harus mencari pinjaman komputer ke sekolah sekitar yang kadang jaraknya bisa berbeda kecamatan," kata Retno. 

Padahal, kata Retno, terkait upaya mengatasi polemik ketidaktersediaan sarana dan prasarana sudah terdapat ketentuan yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan di tingkat daerah. 

Sponsored

Serta telah dikuatkan dengan surat edaran. Yakni biaya yang timbul dari pelaksanaan berbagi sumber daya menjadi tanggung jawab bersama antara satuan pendidikan yang menginduk dan satuan pendidikan pelaksana UNBK.

Hal ini mengacu pada ketentuan biaya yang berlaku dalam Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), ataupun kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, Dinas Pendidikan sesuai kewenangannya wajib mencegah terjadinya komersialisasi dalam penerapan prinsip berbagi sumber daya.

Berdasarkan ketentuan yang telah dikeluarkan Dinas Pendidikan di tingkat daerah, dalam pelaksaan UNBK tahun 2019 diterapkan berbagi sumber daya (resource sharing) untuk mengatasi kekurangan komputer di sekolah. 

Sayangnya menurut Retno, pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Unit Pelaksana Teknis) tidak terlibat dalam implementasinya. Justru sekolah yang harus bekerja keras mencari pinjaman komputer.

Sehingga, panitia UNBK di sekolah harus mencari pinjaman kekurangan komputer. Belum lagi, pembiayaan dari peminjaman tersebut, yang ujung-ujungnya sepenuhnya dibebankan kepada sekolah.

"Biaya angkut peminjaman dan mengembalikan kembali misalnya, bisa mencapai Rp1,5 juta dan tidak bisa dibayarkan dengan menggunakan dana  BOS (Bantuan operasional sekolah)," kata Retno.

Kurang komputer 

Kekurangan komputer ini dialami sekolah di berbagai daerah. Contohnya, SMA Negeri di kabupaten Bima yang dari kebutuhan 80 unit komputer, ternyata sekolah hanya memiliki 27 unit komputer. Sisanya sebanyak 33 unit komputer harus meminjam ke sekolah terdekat.

SMA Negeri di kabupaten Bima tersebut meminjam 25 unit komputer dari SMP Negeri Monta, sebanyak 18 unit komputer dari SMP Negeri Parado. Serta masih meminjam lagi sebanyak 10 unit laptop dari para guru di SMA Negeri yang bersangkutan.

Kekurangan komputer dialami pula oleh salah satu SMAN di Gunung Sari, Lombok Tengah. Yang dibutuhkan, kata Retno sebanyak 90 unit komputer, tetapi sekolah hanya memiliki 58 unit komputer saja, dan 32 unit komputer yang belum tersedia, terpaksa meminjam ke SMKN terdekat di Batulayar.

Bahkan, kekurangan komputer juga terjadi pada sekolah unggulan yang terletak di Jakarta. Retno mengatakan, 359 siswa SMAN unggulan di Jakarta Utara terpaksa menjalani UNBK dalam dua sesi karena keterbatasan ruangan.

"Dengan jumlah siswa sebanyak 359 siswa. UNBK terdiri atas dua sesi dan harus menggunakan lima laboratorium komputer, yang mana setiap ruang terdiri atas 40 unit komputer," kata Retno.

Kekurangan komputer di sekolah SMAN unggulan di Jakarta Utara sebanyak 72 unit atau setara dua laboratorium komputer. Beruntungnya, kata Retno, Komite Sekolah SMAN unggulan di Jakarta Utara menyewakan 80 unit komputer untuk mengisi dua laboratorium komputer yang dibutuhkan.

"Lamanya penyewaan, dari mulai masa geladi bersih sampai empat hari pelaksanaan UNBK menunjukkan inisiatif Komite Sekolah dalam mengumpulkan dana mandiri, yang sudah berlangsung sejak 3 tahun lalu, " ujar Retno.

Meski begitu, KPAI tetap mengapresiasi Kementerian Pendidikan  dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud RI) yang telah mengakomodir masukan KPAI terkait penyesuaian materi soal UNBK di wilayah-wilayah yang terdampak bencana.

Retno menjelaskan, materi soal UNBK di daerah terdampak bencana berdasarkan kesaksian para  peserta ujian di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) diakui mudah dan lebih sederhana. Materi soal, kata Retno juga menyesuaikan dengan batas materi yang mampu diselesaikan sekolah-sekolah darurat di wilayah terdampak bencana.

Sebagai pembanding, kata Retno, soal UNBK mata uji Bahasa Indonesia menurut pengakuan salah satu siswi SMK swasta di Jakarta Pusat, dikeluhkan soalnya panjang-panjang dan butuh waktu lama untuk membaca dengan seksama agar memahami bacaan dan menjawabnya.

"Padahal, yang mengeluh tersebut adalah siswi ranking satu selama 5 semester di sekolahnya. DKI Jakarta memang bukan wilayah terdampak bencana. Pengakuan siswa ini hanyalah sebagai perbandingan saja," tutur Retno. 

Berita Lainnya
×
tekid