sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK resmi tahan bekas Dirut Pelindo II RJ Lino

KPK menahan tersangka Richard Joost Lino selama 20 hari.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Jumat, 26 Mar 2021 17:20 WIB
KPK resmi tahan bekas Dirut Pelindo II RJ Lino

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan tersangka dugaan rasuah proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo II (Persero) 2010, Richard Joost Lino (RJL). Mantan Direktur Utama Pelindo II itu telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Desember 2015.

"KPK menahan tersangka selama 20 hari terhitung sejak tanggal 26 Maret 2021 sampai dengan 13 April 2021 di Rutan Rumah Tahanan Negara Klas I Cabang KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers, Jumat (26/3).

Alex menerangkan, selama proses penyidikan, lembaga antisuap telah mengumpulkan alat bukti dari 74 saksi. Selain itu, barang bukti dokumen terkait perkara sudah disita.

Dalam perkaranya, pada 2009 PT Pelindo II melakukan pelelangan tiga unit QCC spesifikasi Single Lift untuk Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak. Namun, dinyatakan gagal sehingga menunjuk langsung PT Barata Indonesia, yang kemudian gagal juga karena tak ada kesepakatan harga dan spesifikasi barang tetap mengacu standar Eropa.

Pada 18 Januari 2010, RJ Lino diduga melalui disposisi surat memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik, Ferialdy Noerlan, melakukan pemilihan langsung dengan mengundang tiga perusahaan, Shanghai Zhenhua Heavy Industries Co. Ltd (ZPMC) dan Wuxi Hua Dong Heavy Manchinery Co Ltd (HDHM) yang berasal dari China, serta Doosan dari Korea Selatan.

Lalu, Februari 2010, KPK menerka Lino kembali memerintahkan dilakukan perubahan Surat Keputusan Direksi Pelindo II tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT  Pelindo II, dengan mencabut ketentuan Penggunaan Komponen Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri.

Perubahan tersebut agar bisa mengundang langsung kepabrikan di luar negeri. Adapun Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II itu memakai tanggal mundur, sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan.

Penunjukan langsung HDHM diduga dilakukan RJ Lino dengan menuliskan disposisi "Go For Twinlift" dalam kajian Direktur Operasi dan Teknik. Padahal pelaporan hasil klarifikasi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan produk perusahaan itu dan ZPMC tidak lulus evaluasi teknis karena barangnya merupakan standar China dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar China.

Sponsored

Sementara untuk pembayaran uang muka dari Pelindo II pada pihak HDHM, Lino diterka menandatangani berkas pembayaran tanpa tanda tangan persetujuan Direktur Keuangan. Jumlah uang muka yang dibayarkan US$24 juta yang dicairkan bertahap.

Menurut KPK, penandatanganan kontrak Pelindo II dengan HDHM dilakukan saat proses pelelangan masih berlangsung dan begitu usai kontrak ditandatangani masih terdapat negosiasi penurunan spesifikasi dan harga, agar tidak melebihi nilai Owner Estimate.

Sedangkan terkait pengiriman tiga QCC ke Pelabuhan Palembang, Panjang, dan Pontianak dilakukan tanpa commision test yang lengkap, di mana commission test itu merupakan syarat wajib sebelum dilakukannya serah terima barang.

Harga kontrak seluruhnya US$15.554.000, terdiri US$5.344.000 untuk pesawat angkut di Pelabuhan Panjang, US$4.920.000 untuk pesawat angkut di Pelabuhan Palembang, dan US$5.290.000 untuk pesawat angkut di Pelabuhan Pontianak.

KPK menyebut telah memperoleh data dari ahli Institut Teknologi Bandung (ITB) ), yang memperkirakan Harga Pokok Produksi (HPP) tersebut hanya US$2.996.123 untuk QCC Palembang, US$3.356.742 untuk QCC Panjang, dan US$3.314.520 untuk QCC Pontianak.

Akibat perbuatan Lino, lembaga antikorupsi memperoleh data dugaan kerugian keuangan negara dalam pemeliharaan tiga QCC sebesar US$22,828,94. Sedangkan untuk pembangunan dan pengiriman barang tiga unit QCC, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak menghitung nilai kerugian negara yang pasti karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman tiga unit QCC tidak diperoleh. 

Atas perbuatannya, Lino sangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid