sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kementerian ESDM keliru berikan izin lokasi PLTPB Serang

SK Kementerian ESDM bertolak belakang dengan kondisi lingkungan bahwa Rawa Dano adalah cagar alam yang dilindungi.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Senin, 09 Sep 2019 15:20 WIB
Kementerian ESDM keliru berikan izin lokasi PLTPB Serang

Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) diprotes oleh sejumlah masyarakat Serang. Meski pembangunan PLTPB dan operasionalnya nanti diklaim akan ramah lingkungan, namun masyarakat menyebut PLTPB tetap beresiko bagi masyarakat. 

Juru bicara Aliansi Syarekat Perjuangan Rakyat (Sapar) Hendra Wibowo mengatakan sekalipun dianggap ramah lingkungan, proyek yang di garap oleh PT. Sintese Banten Geothermal (SGB) dalam proses pembangunannya mengancam kehidupan masyarakat. Sebab lokasinya berdekatan dengan pemukiman penduduk.

"Ada ratusan kepala keluarga (KK) bermukim di sana. Misalnya di Padarincang ada sekitar 6.000 masyarakat bermukim di sekitar Gunung Prakasak yang merupakan lokasi proyek tersebut," kata Hendra Wibowo saat ditemui dalam aksi di depan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta (9/9).

Sebenarnya menurut Hendra, penolakan yang dilakukan warga bukan berarti warga anti pembangunan. Hanya saja persoalannya ialah proyek geothermal tersebut berada sangat dekat dengan pemukiman masyarakat. 

Apabila dilakukan eksploitasi kawah bumi akan berbahaya bagi warga yang tinggal di sana. Jaraknya, tidak sampai satu kilometer.

"Kecuali dengan wilayah-wilayah yang tidak berdekatan dengan pemukiman, mungkin resikonya bisa diminimalisir. Tapi, masalahnya di atas ada kampung, di bawah kampung kita," sambung Hendra.

Penolakan ini pun bukan yang pertama kali dilakukan, Hendra bilang aksi penolakan sudah dimulai sejak tahun 2017. Aksi penolakan bahkan telah dilakukan pada skala provinsi, kala itu Wakil Gubernur Banten pun berjanji akan dilakukan moratorium. 

Sayang, moratorium hanya untuk menghentikan alat berat saja, tidak secara keseluruhan. Hendra bahkan menyebut moratorium yang dilakukan hanya sekedar pereda rasa sakit, sebab Surat Keputusan (SK) Kementrian ESDM menetapkan Rawa Dano atau Kaldera Gunung Api Purba sebagai daerah kerja pertambangan. 

Sponsored

"Selama itu disahkan sebagai daerah kerja pertambangan, kapan saja bisa dieksploitasi kembali," ucapnya.

Hendra juga mengkritik kalau SK tersebut bertolak belakang dengan kondisi aktual. Rawa Dano termasuk cagar alam yang dilindungi dunia dan sebagai wilayah yang menghidupi lebih dari 200 spesies endemik.

"Posisi dari Rawa Danau ke gunung itu sekitar 13 km. Kawah buminya di bawah, jadi mengambil dari Gunung Prakasak itu. Kalau kami menduga, mengambil langsung di Rawa Dano. Lawan mereka (perusahaan) langsung NGO internasional pasti, makanya dilakukan pengeboran dari Gunung Prakasak," ujarnya.

Di sisi lain, apabila melakukan pengeboran dari Gunung Prakasak, lanjutnya, itu juga melanggar hukum karena gunung tersebut merupakan hutan lindung yang sudah memiliki payung hukum.

"Padahal Gunung Prakasak juga hutan lindung, tetapi SK-nya cuma tingkat kabupaten, hutan lindung kabupaten. Makanya mereka berani eksplorasi lewat situ, 5.000 meter itu," sambungnya.

Sebelumnya, masyarakat Padarincang melakukan long march dari kampung halamannya menuju Kementerian ESDM dan Istana Merdeka dalam rangka menyampaikan aspirasi mereka untuk menolak pembangunan PLTPB. Long march sudah dilaksanakan tiga hari sebelumnya dan pada hari ini, Senin (9/9) adalah hari ketiga.

Dalam aksi yang dilakukan, aliansi Sapar dengan tegar menuntut pemerintah untuk mencabut izin proyek geothermal yang ada di Padarincang, Kabupaten Serang, Banten. 

Berita Lainnya
×
tekid