sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Marak kasus prostitusi anak, KPAI: Tren 'teman jual teman' menonjol

Muncikari merangkap pacar jadi modus kasus prostitusi anak.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Sabtu, 03 Okt 2020 08:30 WIB
Marak kasus prostitusi anak, KPAI: Tren 'teman jual teman' menonjol

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan, anak korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan eksploitasi per 31 Agustus 2020 berjumlah 88 kasus.

Mayoritas korban eksploitasi pekerja anak, yakni sebanyak 18 kasus dan anak korban prostitusi sebesar 13 kasus. Sisanya merupakan korban perdagangan, korban adopsi ilegal, korban eksploitasi seks komersial, dan anak pelaku rekrutmen prostitusi.

Secara khusus, sejak Juli sampai September 2020, terdapat sembilan kasus di berbagai kota/kabupaten, meliputi Ambon, Paser, Madiun, Pontianak, Bangka Selatan, Pematang Siantar, Padang, Tulang Bawang Lampung, dan Batam Kepulauan Riau. Di wilayah itu ditemukan 52 korban dengan belasan pelaku rekrutmen prostitusi dan saksi anak-anak di bawah umur.

Menurut KPAI, keterlibatan anak dalam prostitusi disebabkan beragam latar belakang. Mayoritas karena pemanfaatan anak dalam situasi rentan. Misalnya, anak korban membutuhkan pekerjaan, direkrut dan ditampung, tetapi malah dilibatkan ke prostitusi.

Nyaris semua peristiwa tersebut, jelas KPAI, melibatkan muncikari yang terhubung dengan beragam subjek pelaku. Jadi, terdapat sebuah sindikat dengan bos dan jejaringnya yang memiliki peran masing-masing.

Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi Ai Maryati Solihah mengungkapkan, terdapat pula tren ‘teman menjual teman’ yang menonjol.

Saat ini dalam lingkungan sebaya, jelas Ai, ternyata ada pola muncikari merangkap sebagai pacar. Bahkan, pelibatan anak korban eksploitasi hingga hidup bersama (kumpul kebo) agar lebih mudah diperdaya.

“Pola dipacari dahulu sehingga mengikuti perintah pacar untuk melayani laki-laki hidung belang,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/10).

Sponsored

Di sisi lain, lanjut dia, juga ada pelibatan anak korban eksploitasi seksual dengan muncikari yang mencabuli terlebih dahulu para korban sebelum dijual, sehingga anak korban eksploitasi seksual itu bisa terus dimanfaatkan dan mendapatkan kekerasan.

“Dengan demikian muncikari menjadi mata rantai perdagangan manusia yang mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dengan mengeksploitasi anak secara seksual dalam prostitusi,” tutur Ai.

Dari sembilan kasus sejak bulan Juli sampai dengan September 2020, mayoritas merupakan kasus prostitusi online yang memanfaatkan kemudahan transaksi elektronik.

Dalam melancarkan aksinya, sambung Ai, pelaku menghubungi para pelanggan dengan memanfaatkan berbagai media sosial, seperti Facebook Michat, Wechat, hingga Whatsapp.

Jumlah anak korban pelibatan prostitusi rerata lebih dari satu orang pada setiap kasusnya. Tren anak perempuan usia paling rendah 12 tahun sampai dengan 18 tahun.

Berita Lainnya
×
tekid