sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Penelitian: Pusaran hoaks banyak disebarkan perempuan

Hoaks yang paling banyak diterima, dipercaya, dan disebarkan ulang oleh ibu-ibu adalah seputar keamanan, penculikan anak, dan kesehatan

Silvia Ng
Silvia Ng Kamis, 30 Sep 2021 22:25 WIB
Penelitian: Pusaran hoaks banyak disebarkan perempuan

Berita bohong atau hoaks bukanlah hal asing di era banjir informasi seperti sekarang ini. Sebuah penelitian oleh Indonesia Voice of Women (InVoW) menemukan, pusaran hoaks banyak disebarkan oleh perempuan.

Oleh karena itu, InVoW hadir sebagai lembaga pelatihan literasi media digital untuk perempuan dan aktivis perempuan dalam penanggulangan hoaks, konflik, dan advokasi isu perempuan, khususnya di Indonesia.

Dosen UMN sekaligus Co-Founder InVoW Citra Indah Lestari mengatakan, InVoW yang berdiri sejak 2017 hadir dengan memberi perhatian pada pusaran hoaks yang terjadi, terutama pada perempuan yang menjadi penyebarnya.

Citra menjelaskan, penyebaran hoaks ini tak lain tak bukan hanyalah berlandaskan rasa peduli pada keluarga, terutama pada anaknya. Seorang perempuan merasa memiliki tanggung jawab pada keluarganya.

Pihak InVoW sempat mengunjungi rumah susun (rusun), mendatangi ibu-ibu rumah tangga dan melakukan focus group discussion (FGD). Saat itu, hoaks yang paling banyak beredar diantara kelompok ibu-ibu adalah soal penculikan anak.

“Jadi, (ibu-ibu) concern sekali dan khawatir sekali karena takut misalnya tidak disebarkan, nanti kalau terjadi sesuatu pada anaknya atau tetangga itu nanti gimana? Dia merasa bertanggung jawab juga,” katanya dalam webinar Katadata, Kamis (30/9).

Citra menyebutkan, hoaks yang paling banyak diterima, dipercaya, dan disebarkan ulang oleh ibu-ibu adalah seputar keamanan, penculikan anak, dan soal kesehatan. Misalnya tentang lele yang dapat menyebabkan kanker, itu yang lebih dipercaya ibu-ibu.

Berdasarkan riset tersebut, akhirnya InVoW hadir dan membuat modul pelatihan literasi digital bagi perempuan, dan juga membuat pelatihan di tiga kota, yaitu Jakarta, Bandung, dan Tangerang Selatan.

Sponsored

“Baru di sembilan kelurahan, tetapi kami cukup dalam di sana. Jadi tidak hanya sekali pelatihan, tetapi kami betul-betul datang berkali-kali, dan ngobrol,” ungkapnya.

Para ibu-ibu yang berusia lebih dari 40 tahun, lanjut dia, masih belum memiliki pemahaman dalam membedakan user generated content (UGC) dengan konten yang memang dibuat oleh kredibel.

Selain kesulitan membedakan, para ibu-ibu juga tidak mengerti untuk mengecek fakta lewat browser. Untuk itu, InVoW mengadakan pelatihan cek fakta mulai dari nol, yaitu cara membuka browser, cara mencari faktanya bagaimana, dan kata kunci yang perlu diketik.

Sebetulnya, peran anak-anak sangatlah besar dalam perkembangan pemahaman orang tua, terutama ibu-ibu. Berdasarkan penelitian oleh InVoW, perempuan berusia 40 tahun ke atas merupakan digital immigrants. Karena itu, mereka harus belajar mengoperasikan gawai dengan sangat keras, dari nol.

“Sementara anak-anak mereka digital natives, dan kebanyakan dari mereka yang 50 tahun ke atas, menggunakan gadget dari anaknya dan diinstalkan segala macam (aplikasi) oleh anaknya. Jadi tergantung anaknya juga nih, di handphone-nya ada apa aja,” jelas Citra.

Berdasarkan survei, kebanyakan orang tua hanya memiliki Whatsapp dan Facebook dalam gawainya. Sementara penggunaan browser, tergantung anaknya, mengajari mereka atau tidak. Sebab itu, soal mereka mengakses media daring yang terpercaya atau tidak, juga tergantung dibekali oleh anaknya atau tidak.

“Jadi kami di InVoW sedang mengembangkan modul untuk ngajakin generasi Z untuk mau ngajarin ibu-ibu atau orang tua terdekatnya. Karena menjadi penting, kami (InVoW) pengen ngajakin generasi Z dan anak muda itu untuk sabar ke mama atau ibunya,” pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid