sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tambah data dugaan mafia CPO, MAKI: Kerugian negara mencapai triliunan

Ada potensi hilangnya pajak pertambahan nilai (PPN) dalam proses produksi kelapa sawit menjadi CPO.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Jumat, 25 Mar 2022 07:22 WIB
Tambah data dugaan mafia CPO, MAKI: Kerugian negara mencapai triliunan

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) kembali menyambangi Kejaksaan Agung. Kedatangan tersebut untuk menambah data atas dugaan kasus mafia CPO. Ini merupakan data tambahan dari laporan yang sudah diserahkan sebelumnya. 

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, di data yang ia sampaikan dugaan kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Ini terjadi karena ada potensi hilangnya pajak pertambahan nilai (PPN) dalam proses produksi kelapa sawit menjadi CPO, kemudian ke minyak goreng, sebelum akhirnya diekspor ke luar negeri. 

"Saya datang ke Kejaksan Agung untuk menambah data terkait dugaan mafia CPO, yang saya istilahkan ini "liga besar"," kata Boyamin di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (24/3). 

Pada 14 Maret lalu, Boyamin juga melaporkan dugaan penyimpangan ekspor CPO ke Tim Pengaduan Masyarakat Kejaksaan Agung. Menurut Boyamin, dugaan penyimpangan dilakukan oleh oknum eksportir hingga menyebabkan kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng di Indonesia.

Laporan telah dilayangkan secara lisan oleh MAKI ke layanan pengaduan masyarakat di Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Laporan langsung tercatat sebagai dokumen resmi. Boyamin berharap laporan itu segera ditindaklanjuti sebelum memasuki Ramadhan, supaya berdampak pada turunnya harga minyak goreng di pasaran.

Menurut Boyamin, dalam laporan kali ini, hilangnya potensi PPN disebabkan karena saat produksi CPO masuk kawasan berikat langsung diekspor ke luar negeri. Padahal, dalam kawasan berikat seharusnya sudah mulai proses produksi untuk menjadi minyak goreng, sehingga PPN CPO tidak berjalan di sana. 

"Nah ini mestinya jadi industri karena industri jadi minyak goreng dapat pajak pertambahan nilai 10%," ujar Boyamin. 

Boyamin menyayangkan justru ada oknum-oknum yang memotong alur tersebut. Negara kehilangan untung hingga 10%. 

Sponsored

"Tetapi ternyata kejadiannya potong kompas. Yang harusnya dijadikan industri tetapi langsung diekspor dan hanya bayar 5%. Jadi, harusnya negara mendapatkan 15%, tetapi ini 5%. Sebesar 10% hilang," ucap Boyamin. 

Boyamin menyebut, data yang ia punya berasal dari Pulau Kalimantan, persisnya di Kota Banjarmasin, Balikapan, Samarinda, hingga ke Kalimantan Utara, dan Kalimantan Barat. Ia menemukan nilai kerugian di sana mencapai angka Rp5-Rp6 triliun dengan delapan perusahaan yang terlibat. 

Sementara, data yang kini tengah dikumpulkannya juga masih ada di Pulau Sumatera. Nilai kerugiannya lebih besar. Secara rinci, wilayah di pulau tersebut adalah Sumatera Utara, Riau, Jambi. 

Khusus daerah Riau, sebut Boyamin, memiliki lahan hingga 1,4 juta hektare, sementara di Kalimantan hanya 500 hektare. Estimasi perhitungan kerugian di Riau berkisar di angka Rp10-Rp15 triliun dan hilang dari pajak pertambahan nilai. 

"Artinya kita dapat "liga besar"," tandas Boyamin.
 

Berita Lainnya
×
tekid