close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Calon presiden (capres) Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo saat debat kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Minggu (4/2/2024). Alinea.id/Faisal Adnan
icon caption
Calon presiden (capres) Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo saat debat kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Minggu (4/2/2024). Alinea.id/Faisal Adnan
Pemilu
Senin, 05 Februari 2024 06:56

Pakar mikro ekspresi: 3 capres cari aman, jaga citra positif

Penampilan tiga capres dalam debat yang antiklimaks dan minim saling serang, menurut Dody, sudah dirancang matang oleh ketiganya.
swipe

Tak seperti sebelumnya yang saling serang, debat kelima Pilpres 2024 antara calon presiden (capres) Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo berlangsung hambar. Menurut pakar gestur dan mikro ekspresi Dody Triasmara, secara gestur, ketiga kandidat presiden sengaja bersikap normatif.

Bahkan, dalam debat yang mengangkat tema kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi itu, ketiga capres terlihat saling menyetujui pendapat masing-masing pada isu tertentu.

“Itu (saling menyetujui) terlihat kental pada calon (presiden) nomor (urut) 2 (Prabowo Subianto) dan nomor 3 (Ganjar Pranowo),” ucap Dody kepada Alinea.id, Minggu (4/2).

Dody mencermati, dalam debat yang diadakan di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat pada Minggu (4/2) tersebut, ketiga kandidat sempat menunjukkan gestur saling serang saat sesi tanya jawab. Namun, tidak berlangsung lama, ketiga capres kembali pada format saling “cari aman” untuk menjaga citra positif pasca-debat.

“Beberapa kali (ketiga capres) menanyakan ketegasan pertanyaan seperti apa, tapi diklarifikasi lagi. Seperti (capres nomor urut) 1 (Anies Baswedan) merasa (capres nomor urut) 2 (Prabwo Subianto) belum menjawab pertanyaannya terkait dengan perlindungan perempuan,” tutur Dody.

“Itu agak tajam. Selebihnya berjalan dengan sedikit berbeda seperti debat-debat sebelumnya.”

Penampilan tiga capres dalam debat yang antiklimaks dan minim saling serang, menurut Dody, sudah dirancang matang oleh ketiganya, sebelum naik panggung. Sebab, gestur mereka jauh berbeda dbanding debat sebelumnya, yang memperlihatkan mimik wajah saling “menguliti” satu sama lain.

“Menurut saya, yang jadi pertimbangan kenapa mereka mengambil strategi untuk membuat situasi tidak setajam di debat sebelumnya (karena) memahami bahwa penurunan elektabilitas itu bisa jadi kekhawatiran,” kata dia.

“Karena takut terhadap sentimen negatif yang diciptakan.”

Dody melanjutkan, menjaga citra positif paling mencolok dilakukan Prabowo Subianto, yang mengungkapkan permintaan maaf kepada pasangan capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam penutup debat. Permintaan maaf itu merupakan tanda Prabowo ingin terlihat arif dan bijaksana di mata calon pemilih.

“Dia (Prabowo) menyampaikan permintaan maaf karena situasi debat dia menganggap (capres lainnya) sebagai partner,” kata Dody.

“Sementara paslon (pasangan calon nomor urut) 3 (Ganjar-Mahfud) menyampaikan perihal apa rencananya (untuk) membuat konsitusi jadi lebih baik, dan juga menandaskan penekanannya secara implisit terkait apa yang sudah menjadi rekam jejak mereka.”

Pencoblosan pada 14 Februari tinggal menghitung hari. Hal itu, ujar Dody, membuat segala citra negatif bisa sangat berisiko terhadap calon pemilih. Maka, ketiga capres tak ingin ceroboh dalam debat pamungkas.

“Kesimpulannya, mereka (ketiga capres) ingin membuat sentimen positif. Sebab, mereka tidak ingin suaranya tergerus dan berpindah ke calon lain karena blunder pada tahap akhir,” ujar Dody.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan