sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dana pertahanan era Jokowi rendah, Prabowo janji naikkan Rp250 T

Beberapa jenis alat utama sistem pertahanan atau alutsista banyak yang belum terpenuhi sesuai standar.

Rakhmad Hidayatulloh Permana
Rakhmad Hidayatulloh Permana Sabtu, 30 Mar 2019 18:00 WIB
Dana pertahanan era Jokowi rendah, Prabowo janji naikkan Rp250 T

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dian Islamiati Fatwa, menilai anggaran pertahanan dan keamanan pada era pemerintahan Joko Widodo masih terbilang rendah. Sebab, hanya menganggarkan sebesar Rp108 triliun. 

Padahal, kata Dian, sistem pertahanan dan keamanan merupakan anggaran cukup penting. Karena itu, perlu mendapat perhatian serius. Dian mengatakan, jika Prabowo memenangi pemilihan presiden atau Pilpres 2019, anggaran pertahanan akan dinaikkan sebesar Rp250 triliun. 

“Kami berkomitmen memenuhi porsi target anggaran. Dulu targetnya untuk anggaran pertahanan porsinya itu Rp250 trilliun. Tapi, sampai sekarang baru terpenuhi Rp108 trilliun. Di pemerintahan Pak Prabowo nanti, kita berusaha memenuhi target tersebut,” kata Dian kepada Alinea.id di Jakarta, Sabtu (30/3). 

Dian menjelaskan, beberapa jenis alat utama sistem pertahanan atau alutsista banyak yang belum terpenuhi. Salah satunya adalah peluru. Menurut Dian, persediaan peluru harus tersedia sampai 30 hari ke depan. Namun nyatanya, di Indonesia belum memenuhi prosedur tersebut. 

"Peluru itu persediaannya harus lebih dari tiga puluh hari ke depan. Ternyata kita enggak," ujarnya. 

Menanggapi hal tersebut, pengamat militer dari Universitas Padjajaran, Muradi, mengatakan target yang dipasang Capres Prabowo Subianto cukup tinggi terkait anggaran untuk pertahanan dan keamanan. Padahal, Indonesia masih dihadapkan pada dilema porsi anggaran untuk pos yang lain. 

"Dana Rp250 triliun itu sama dengan 2% dari Gross Domestic Product (GDP). Kalau kita milihnya di tengah, pasti sama problemnya. Akan berdilema dengan membangun ekonomi dan infrastruktur," kata Muradi. 

Menurut Muradi, hingga saat ini Indonesia masih menggunakan pertimbangan kekuatan pokok minimum atau yang dikenal dengan istilah Minimum Essential Force (MEF). Ini merupakan proses untuk modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista) Indonesia. Namun realisasinya terganjal lantaran postur anggarannya yang belum terpenuhi. 

Sponsored

"Kalau negara bisa memenuhi, enggak perlu MEF. Beli baru saja. MEF itu karena pertimbangan perhitungan. Negara harus punya uang banyak," kata Muradi.

Karena itu, untuk memenuhi postur anggaran sesuai target seperti yang dijanjikan, maka Prabowo Subianto harus memiliki skema yang tepat dalam pembagian porsi di masing-masing pos anggaran.

"Kalau mau mengembangkan postur anggaran pertahanan, pasti dilemanya, yang lain terbengkalai. Jika ingin memenuhi sampai Rp250 triliun. Apa skema ekonomi yang mereka tawarkan? Siapa pun presidennya,” ujar Muradi.

Berita Lainnya
×
tekid