"Pembeli gas 3 kg orang-orang mampu, yang miskin masak pakai kayu..."

Kenaikan harga gas nonsubsidi meningkatkan migrasi konsumsi ke gas subsidi 3 kg yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin.

Ilustrasi Alinea.id/Debbie Alyuwandira.

Bertepatan dengan hari Natal 2021 lalu, PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga gas nonsubsidi. Kebijakan ini menjadi kado pahit bagi konsumen gas elpiji 5,5 kilogram (kg) hingga 12 kg. Keputusan kenaikan liquefied petroleum gas (LPG) itu bersamaan dengan naiknya harga-harga bahan pangan seperti minyak goreng, cabai, maupun telur ayam.

Ditambah lagi, pemerintah menaikkan harga gas nonsubsidi tanpa woro-woro ke publik sebelumnya.

“Pertama lihat di berita, terus mikir, paling enggak segitu (mahalnya-red). Ehh.. waktu habis terus mau beli, tanya harganya kok mahal banget,” keluh Lucky Marzuki kepada Alinea.id, Selasa (4/1). 

Warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini menjelaskan sebelum naik, harga gas 12 kg di warung-warung sekitar tempat tinggalnya ada di kisaran Rp139.000 hingga Rp141.000. Namun, setelah penyesuaian harga, gas dengan tabung berwarna biru itu dijual sekitar Rp163.000 hingga Rp165.000. 

Bahkan, pemilik kos dan kedai pempek ini makin tercengang saat akan membeli isi ulang gas Selasa kemarin. Harganya sudah mencapai Rp180.000 di warung langganan yang berjarak hanya 200 meter dari rumahnya.