Aturan baru, OJK buka peluang fintech pinjol lakukan merger

Aturan baru dibuat untuk meningkatkan kualitas industri P2P lending.

Ilustrasi. Foto Freepik.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerbitkan regulasi baru terkait fintech pinjaman online alias peer to peer (P2P) lending. Peraturan tersebut rencananya memuat modal inti, perizinan, dan komposisi minimal untuk pinjaman produktif.

Aturan ini akan menyempurnakan regulasi yang telah ada saat ini, yaitu peraturan OJK (POJK) Nomor 77/2016. Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Teknologi Finansial OJK Munawar Kasan mengatakan, POJK baru ini dibuat bertujuan untuk meningkatkan kualitas industri P2P lending.

"POJK baru ingin agar industri P2P lending fokus ke peningkatan kualitas, baik dari sisi penyelenggara maupun pendanaan," ujarnya, Rabu (25/11).

Dalam POJK baru ini, kata Munawar, OJK mensyaratkan penyelenggara P2P lending meningkatkan jumlah modal inti ketika mengajukan perizinan. Sebelumnya, penyelenggara fintech hanya perlu menyetor Rp2,5 miliar untuk perizinan. Dengan aturan baru tersebut, ekuitas minimum yang harus dicapai penyelenggara fintech adalah Rp15 miliar. 

Munawar menuturkan, saat ini banyak penyelenggara fintech yang memiliki ekuitas negatif dan hal ini dikhawatirkan bisa merugikan konsumen.Dengan menaikkan ketentuan minimum modal inti ini, ekuitas negatif diyakini tidak terjadi lagi.

Munawar melanjutkan, untuk menyelamatkan fintech dari ekuitas negatif, POJK baru memberikan solusi dengan mengatur ketentuan peleburan dan penggabungan atau merger.

"Potensi merger selalu ada, dan dalam rancangan POJK baru ada pasal peleburan dan penggabungan. Jadi silakan saja siapapun yang mau merger atau akuisisi," ujar dia.