Baleg: 7 UU dikeluarkan dari Omnibus Law Cipta Kerja

RUU Cipta Kerja disusun menggunakan metode Omnibus Law yang terdiri dari 15 BAB dan 174 Pasal yang berdampak terhadap 79 UU terkait.

DPR kian tertutup dalam pembahasan Omnibus Law Ciptaker. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas membacakan laporan pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Dalam laporannya, dia menjelaskan, penugasan Badan Musyawarah (Bamus) kepada Baleg untuk melaksanakan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja bersama Pemerintah dan DPR telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali. Rinciannya, dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan enam kali rapat Timus/Timsin.

“(Rapat ini) yang dilakukan mulai Senin, hingga Minggu. Dimulai dari pagi hingga malam dini hari. Bahkan, reses pun masih melaksanakan rapat, baik di dalam maupun diluar gedung atas persetujuan pimpinan DPR,” ujar politikus Gerindra ini dalam Rapat Paripurna DPR RI yang disiarkan secara daring, Senin (5/10).

Supratman menjelaskan, RUU Cipta Kerja disusun menggunakan metode Omnibus Law yang terdiri dari 15 BAB dan 174 Pasal yang berdampak terhadap 79 UU terkait. Berdasarkan pembahasan dari 20 April hingga 3 Oktober 2020, diputuskan untuk mengeluarkan tujuh UU dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Yakni, UU No.40/1999 tentang Pers, UU No.20/2003 tentang Pendidikan Nasional, UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, UU No.12/2012 tentang Pendidikan Tinggi UU No.20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, UU No.4/2019 tentang Kebidanan, serta UU No.20/2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

Kemudian, memasukkan tambahan tiga UU dalam RUU Cipta Kerja. Yakni, UU No.6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No.8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Rapat Paripurna DPR pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dihadiri 318 dari 575 anggota dewan, Senin (5/10). Kendati, tidak merinci jumlah anggota dewan yang hadir secara daring atau fisik, Pimpinan Rapat Paripurna DPR RI sekaligus Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, menganggapnya telah mencukupi untuk pengambilan keputusan sebagaimana diatur dalam mekanisme dan tata tertib.