BI kembangkan instrumen pasar keuangan hijau untuk mendorong ekonomi

Isu keuangan berkelanjutan terkait upaya dalam mengembangkan sumber pembiayaan yang dapat mendukung upaya dunia mengatasi perubahan iklim.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia terpilih Destry Damayanti saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (25/7/2019). Foto Antara News/Fathur Rochman)

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengungkapkan, seluruh pemangku kepentingan harus berkolaborasi, bersinergi, dan bekerja sama mengimplementasikan kerangka kerja yang komprehensif dari kebijakan berkelanjutan nasional.

“Momentum sinergi dan kolaborasi antarotoritas perlu disongsong sedini mungkin, sehingga tercipta ruang untuk memperkuat dan mengembangkan aspek fundamental dan infrastruktur ekosistem keuangan berkelanjutan, misalnya terkait taksonomi, lembaga pendukung, regulasi, dan hal-hal lain guna mempercepat pembangunan dengan konsep hijau dan berkelanjutan dengan harmonisasi antara pertumbuhan ekonomi dengan aspek lingkungan dan sosial guna menarik lebih banyak investor," ungkap Destry dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/10).

Bank Indonesia (BI) sendiri sebagai otoritas moneter ikut berkontribusi mengembangkan instrumen pasar keuangan hijau dan berkelanjutan untuk mendorong pembiayaan ekonomi di Indonesia. BI juga terus meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang keuangan berkelanjutan melalui capacity building yang relevan.

Isu mengenai keuangan berkelanjutan (sustainable finance) merupakan salah satu topik dari enam isu prioritas di bidang keuangan yang akan diangkat pada Presidensi G20 Indonesia. Isu keuangan berkelanjutan ini terkait upaya dalam mengembangkan sumber-sumber pembiayaan yang dapat mendukung upaya dunia dalam mengatasi perubahan iklim (sustainable finance), termasuk menangani risiko transisi menuju ekonomi rendah karbon. G20 adalah forum kerja sama multilateral yang bertujuan mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.

Salah satu isu utama konsep keberlanjutan yang menjadi perhatian global maupun Indonesia adalah dampak perubahan iklim terhadap stabilitas pertumbuhan ekonomi dan sistem keuangan. Hal ini ditunjukkan melalui komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris 2015 untuk turut berkontribusi membatasi pemanasan global tidak melewati ambang batas 2 derajat celsius dan berupaya maksimal tidak melewati 1,5 derajat celsius, dibandingkan dengan saat sebelum revolusi industri.