Industri hiburan: Terpukul saat Ramadan, terjepit pandemi Covid-19

Ramadan dan wabah coronavirus membuat industri hiburan dan pariwisata terancam merumahkan karyawannya.

Industri hiburan dan pariwisata tahun ini akan terkena dua imbas yang membuatnya lesu, Ramadan dan pandemi Covid-19. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Hampir sebulan lagi umat Islam di seluruh dunia akan memasuki bulan Ramadan. Di Bulan Suci ini beberapa industri bisa mendulang keuntungan berlipat karena tingginya permintaan. Daya beli masyarakat meningkat karena kucuran Tunjangan Hari Raya (THR) maupun gaji ke-13 di pertengahan tahun. Inilah yang membuat kecenderungan orang untuk berbelanja saat Ramadan hingga Idul Fitri semakin tinggi. 

Para pelaku bisnis ritel, manufaktur dan fesyen pun saling berlomba memanfaatkan momentum setahun sekali tersebut untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Tidak aneh jika pertumbuhan pendapatan pada industri-industri tersebut selalu mengalami peningkatan pesat saban Ramadan. 

Pesatnya bisnis sektor-sektor tersebut tak lepas dari banyaknya konsumen muslim. Berdasarkan rilis World Population Review bertajuk “Muslim Population by Country 2020” pada medio Februari lalu, Islam menjadi agama dengan jumlah pemeluk terbanyak kedua di dunia setelah Kristen. Angkanya mencapai 1,9 miliar orang.

Indonesia menempati posisi teratas dengan jumlah muslim terbanyak, yakni 229 juta jiwa atau 87% dari total penduduk Indonesia saat ini sebesar 273 juta jiwa. Data ini membuktikan bahwa Islam telah menjadi kekuatan terbesar Indonesia, baik dari sisi ekonomi ataupun politik.

Sayangnya, berkah Bulan Suci ini tidak bisa dirasakan semua industri. Ibarat sebuah katrol, tiap ada yang terkerek naik pasti ada yang terseret turun. Penurunan itu terjadi pada industri hiburan, khususnya pariwisata, perhotelan, MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) dan bisnis-bisnis turunannya, serta industri properti.