Blunder, instruksi Menkeu bubarkan klub moge Belasting Rijder

Belasting Rijder adalah klub motor gede (moge) yang beranggotakan pegawai dan pensiunan DJP Kemenkeu.

Dirjen Pajak, Suryo Utomo (tengah), bersama para pegawai dan pensiunan Ditjen Pajak Kemenkeu anggota Blasting Rijder berpawai menggunakan moge. Istimewa

Berbagai kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ekses kasus penganiayaan Cristalino David Ozora oleh Mario Dandy Satrio, anak bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo, dinilai sekadar reaksi saja. Bahkan, ada yang berlebihan, khususnya menyangkut pembubaran klub motor gede (moge) Belasting Rijder.

"Kalau menurut saya, ini, kan, reaktif terhadap satu kasus saja, ya," ucap pengamat kebijakan publik Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Yogi Suprayogi Sugandi, kepada Alinea.id, Senin (28/2). "Yang agak blunder, menurut saya, Bu Menkeu (Menteri Keuangan) membubarkan klub moge. Menurut saya, itu kurang tepat." 

Menurutnya, pembubaran klub moge DJP tersebut tidak ubahnya melarang seseorang menjalani hobinya. Mestinya yang diperketat adalah etika perilaku aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu.

"Misalnya, Mas hobi sepedaan, [terus] klub sepedanya dibubarin, kan, salah. Jadi, seharusnya yang dideklarasikan itu sepedanya. sepedanya dilaporin enggak? Motornya dilaporin enggak di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara)? Itu yang tepat," tuturnya.

Yogi melanjutkan, tunjangan kinerja pegawai Kemenkeu tergolong tinggi dibandingkan instansi pemerintahan lainnya. Hal ini mestinya diimbangi dengan aturan tentang etika dan perilaku sederhana para abdi negara.