BUMN Karya: Di antara utang jumbo, korupsi dan rencana konsolidasi

BUMN Karya dengan proyek yang besar menimbulkan beban utang yang tinggi dan godaan korupsi.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Hingga saat ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya masih saja bergelut dengan dua masalah serius; jeratan kasus korupsi dan utang yang menggunung. Soal korupsi, akhir bulan lalu Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Destiawan Soewardjono sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan atau penyelewengan penggunaan dana anak usaha Waskita Karya PT Waskita Beton Precast pada 2016-2020. Dari kasus ini, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp2,5 triliun.

Belum selesai kasus Waskita, pada Kamis (11/5), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama (Dirut) dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya (Persero) Catur Prabowo dan Trisna Sutisna sebagai tersangka dalam kasus korupsi subkontraktor fiktif sejak tahun 2018-2020. Pada kasus ini, KPK menduga ada sekitar 60 proyek pengadaan perusahaan dengan kode saham AMKA ini yang disubkontraktorkan secara fiktif.

“Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian negara sejumlah sekitar Rp46 miliar,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers, Kamis (11/5).

Menanggapi dua kasus korupsi anyar ini, Associate Partner Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Research Group Lembaga Management Universitas Indonesia (LMUI) Toto Pranoto bilang, salah satu penyebab terjadinya korupsi pada tubuh BUMN Karya ialah besarnya beban kerja perusahaan-perusahaan konstruksi milik negara itu. Bagaimana tidak, selain harus menghasilkan untung dari proyek investasi milik sendiri, perusahaan BUMN konstruksi juga diwajibkan menggarap proyek infrastruktur dari pemerintah.