Memutus dilema harga beras: Mencari titik temu perlindungan petani dan konsumen

Harga beras yang naik sejak tahun lalu perlu distabilikan agar daya beli konsumen terjaga. Catatannya, bagaimana keuntungan petani terjamin.

Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sragen, Jawa Tengah mendata, sebanyak 1.200 hektare sawah di Sragen terendam banjir sejak Rabu (1/3) malam. Akibat genangan air di 10 wilayah ini, padi yang sudah siap panen di beberapa wilayah diperkirakan membusuk dan bakal menghasilkan beras menguning. Tidak hanya itu, panen raya yang diperkirakan akan datang sebentar lagi pun terancam gagal.

Dengan kondisi ini, para petani di salah satu sentra beras nasional khawatir harga beras akan turun lebih dalam dari harga sekarang. Pasalnya, banyak padi roboh setelah terendam banjir. Padahal, harga gabah dari padi roboh jika dijual ke pedagang atau tengkulak keliling bakal dihargai sangat rendah.

"Harga gabah yang terendam (air) enggak cuma turun, tapi anjlok," kata petani Desa Pringanom, Kecamatan Masaran, Sragen Giyoto, saat dikonfirmasi Alinea.id, Sabtu (4/3).

Harga gabah di lahan berukuran satu pathok atau sekitar 3.300 meter persegi misalnya, hanya akan dihargai tak lebih Rp6 juta. Karena itu pula, dirinya dengan dibantu keluarga berusaha mengikat beberapa tanaman padi agar kembali tegak.

"Harapannya harganya bisa sedikit lebih tinggi," imbuhnya.