Soal kontroversi ekspor bijih nikel, Energy Watch: Hanya China yang memegang uang

China disebut sebagai negara yang memiliki kecukupan modal untuk berinvestasi di Indonesia dengan membangun smelter.

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Pemerintah resmi melarang ekspor bijih nikel mulai Januari 2020. Kebijakan itu diatur dalam Permen ESDM No. 11/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM No. 25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan larangan ekspor bijih nikel tersebut harus didukung karena mendorong industri dalam negeri untuk menjalankan proses hilirisasi yang menghasilkan produk dengan nilai tambah.

"Kalau bicara raw material sudah tidak saatnya kita menjual bumi kita gelondongan begitu. Alangkah baiknya sebenarnya dalam bentuk produk yang memiliki nilai tambah," katanya kepada Alinea.id, Jumat (11/9).

Perihal kontroversi yang mengatakan bahwa dengan larangan ekspor membuat harga bijih nikel atau ore Indonesia jatuh dan diperebutkan oleh para investor asal China, dia mengatakan hal itu menjadi suatu yang wajar.

Pasalnya, dengan produksi yang berlimpah ditambah adanya larangan ekspor bijih nikel, artinya permintaan pasar hanya akan mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sementara permintaan di dalam negeri terbatas karena tidak semua perusahaan memiliki smelter.