Gubernur Sumbar: Harga beras naik karena permintaan tinggi, harga BBM, dan iklim

Kementan mendorong Satgas Pemantauan Bahan Pangan Pokok untuk terus melakukan pemantauan dan intervensi pada daerah.

Suasana rapat koordinasi pengendalian inflasi di daerah secara virtual, Senin (7/11/2022). Foto istimewa

Pemerintah memastikan, ketersediaan stok beras nasional 2022 mengalami surplus. Ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Sistem Nasional Neraca Komoditas (SINAS NK) Kementerian Koordinator Bidang perekonomian yang diolah Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan diperbarui pada 22 Oktober 2022.

Data tersebut menunjukkan, produksi beras 2022 sebesar 32,07 juta ton dan terdapat stok di awal 2022 sebanyak 37,34 juta ton. Sehingga total jumlah kebutuhan Januari hingga Desember 2022 sebesar 30,91 juta ton, dan diperoleh surplus beras sebesar 6,44 juta ton untuk tahun 2022.

Surplus beras nasional ini sesuai dengan fakta ketersediaan beras di daerah, seperti di Sumatera Barat (Sumbar). Menurut Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansyarullah, produksi beras di Provinsi Sumbar hingga saat ini dan akhir 2022 mengalami surplus.

Kemudian mengacu dari data BPS 2022, produksi padi 2022 sebesar 1,42 juta ton gabah kering giling (GKG) dan berasnya mencapai 819,780 ton, lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 yang hanya mencapai 1,32 juta ton GKG. Konsumsi beras Provinsi Sumbar juga tercatat sebanyak 639.561 ton, sehingga masih ada surplus 180.219 ton.

“Harga beras di Sumatera Barat memang saat ini mengalami kenaikan, namun bukan disebabkan karena produksi yang menurun atau stok yang menipis, tapi disebabkan karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), suplai pupuk terbatas dan alokasi pupuk bersubsidi yang tidak mencukupi dan kenaikan harga disebabkan karena perubahan iklim,” demikian dikatakan Mahyeldi dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Daerah yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri secara virtual, ditulis Selasa (8/11).