sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Strategi para kandidat atasi segudang masalah pangan

Kenaikan harga bahan pangan sering membuat pusing tujuh keliling. Apa stategi para kandidat mengatasi masalah pangan?

Satriani Ari Wulan
Satriani Ari Wulan Selasa, 23 Jan 2024 15:52 WIB
Strategi para kandidat atasi segudang masalah pangan

Masalah pangan menjadi perhatian banyak pihak. Apalagi kenaikan harga bahan pangan sering membuat pusing tujuh keliling. Di beberapa wilayah di Tanah Air, harga pangan yang tinggi pada periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) lalu terpantau belum beranjak turun.

Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) pun telah memaparkan visi dan misinya terkait isu pangan. Ketiganya sesumbar akan mengatasi masalah pangan jika memenangi pemilihan umum presiden nanti. 

Apa saja janji ketiga pasangan tersebut?

Pasangan nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar:

  • Indonesia adil dan makmur untuk semua;
  • Memastikan ketersediaan kebutuhan pokok dan biaya hidup murah melalui kemandirian pangan, ketahanan energi, dan kedaulatan air;
  • Mewujudkan keadilan ekologis berkelanjutan untuk generasi mendatang;
  • Memastikan ketersediaan kebutuhan pokok dan biaya hidup murah melalui kemandirian pangan, ketahanan energi, dam kedaulatan air.

Pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka:

  • Bersama Indonesia maju, menuju Indonesia emas 2045;
  • Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru;
  • Memberi makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil;
  • Mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan desa lumbung pangan desa, daerah dan nasional;
  • Mencapai swasembada pangan, energi dan air.

Pasangan nomor urut 03 Ganjar Prabowo-Mahfud MD:

  • Menuju Indonesia unggul;
  • Mempercepat perwujudan lingkungan hidup yang berkelanjutan melalui ekonomi hijau dan biru;
  • Lingkungan hidup yang berkelanjutan dengan mengurangi emisi gas dan rumah kaca, harmoni hutan yang berkelanjutan, pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, adaptasi dan mitigasi krisis iklim, penerapan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), serta program Kadarklim atau Kampung Sadar iklim;
  • Ekonomi hijau dengan transisi energi, desa mandiri energi, limbah jadi berkah, ekonomi sirkular; 
  • Ekonomi biru dengan tata kelola laut yang inklusif dan berkelanjutan, akselerasi 11 potensi maritim, dan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan zonasi.

"Pasangan nomor urut 01 dan 02 sudah membicarakan isu pangan, sedangkan Ganjar dan Mahfud tidak eksplisit dan kurang detail. Seharusnya mereka memberikan solusinya seperti apa?" ujar Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, baru-baru ini. 

Meski telah menyinggung perkara pangan, namun menurut Esther, visi dan misi yang ditawarkan pasangan Prabowo dan Gibran dengan memberikan makan siang dan susu gratis tidak relevan untuk mengatasi masalah pangan di Indonesia. Malah, program itu diprediksi akan mengerek porsi impor pangan.

Sponsored

"Kondisi akhir-akhir ini ada defisit beras sehingga harus impor. Selain itu, jagung, susu, bahkan garam juga harus impor. Kalau mau kasih makan siang dan susu gratis, kalau beras dan susunya masih diimpor bagaimana? Ini yang menjadi pertanyaan saya," ujar Esther. 

Dia memperkirakan tren impor pangan akan berlanjut dan mengalami kenaikan di tahun ini. Penyebabnya, fenomena el nino yang masih dirasakan sehingga berdampak terhadap panjangnya musim kemarau. Hal tersebut mengakibatkan suplai bahan pangan terganggu. Ditambah, naiknya harga kebutuhan pangan global lantaran sebagian negara tak mau menjual berasnya.

"Terkait ketahanan pangan, harus bicara terkait pangan yang terjangkau oleh rakyat, jaminan ketersediaan, kualitas pangan, serta keberlanjutannya," tuturnya. 

Tantangan kedaulatan pangan

Dia menyebut Indeks Ketahanan Pangan Indonesia 2022 sangat rendah, hanya berkisar 60-an. Sekitar 6,5% masyarakat tercatat kurang gizi, 31,8% anak-anak stunting, 17,7% kekurangan berat badan, dan 6,9% obesitas.

"Sehingga skor indeks masih biasa saja," tuturnya.

Menurutnya, ada sederet tantangan untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Yakni, akses petani terhadap bahan-bahan seperti pupuk, akses modal untuk petani, harga komoditas rendah ketika panen merosot, jumlah Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang kurang, minimnya petani perempuan, akses terhadap penelitian dan pengembangan juga masih kurang.

Selain itu, pengeluaran anggaran pemerintah untuk pangan dianggap masih kurang. Juga, akses untuk inovasi teknologi yang kurang memadai. "Kalau petani dibekali dan dikenalkan teknologi, saya yakin harga pangan di tingkat petani enggak akan anjlok," ujarnya.

Kemudian, belum bagusnya supply chain infrastructure. Masalah lain, suplai pangan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga harus impor. "Belum lagi ada faktor politik yang tidak stabil, konflik, dan korupsi," imbuhnya.

Sejumlah tantangan itu harus dilengkapi dengan strategi ketahanan pangan yang pas. Menurut Esther, pasangan capres-cawapres yang terpilih untuk memimpin Indonesia nanti perlu mempertimbangkan empat faktor untuk mengatasi masalah pangan. Yakni, aspek lingkungan, karakteristik pasar, produksi, dan alternatif mata pencaharian untuk petani. "Artinya, petani yang mapan, yang sukses adalah petani yang punya pendapatan sampingan. Kalau enggak punya, maka akan terjebak dalam utang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," lanjutnya. 

Berita Lainnya
×
tekid