Harga emas melejit, nasib tambang emas untung atau buntung?

Kinerja emiten tambang emas tidak selalu cemerlang di tengah melonjaknya harga emas.

Pandemi Coronavirus memicu demam emas di tengah masyarakat dunia. Musababnya, logam mulia kuning ini dianggap sebagai pelindung aset (safe haven) di tengah meruginya bisnis, menurunnya pendapatan, merahnya portofolio investasi, dan ancaman resesi.

Hingga Jumat (4/9), harga emas telah menyentuh angka US$1.932,98 per troy ons atau Rp914.516 per gram. Angka ini meningkat sebesar 27,22% sejak awal tahun (year-to-date/YTD). Bahkan, harga emas dunia sempat mencapai rekornya, yakni US$2.070,55 per troy ons (Rp965.435 per gram) pada Kamis (6/8) lalu. 

Tren kenaikan harga emas ini terjadi seiring dengan jatuhnya sejumlah negara ke dalam jurang resesi akibat pandemi Covid-19 seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Perancis, Italia, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan sebagainya.

Di sisi lain, saham-saham emiten pertambangan emas semakin diburu oleh investor. Salah satunya adalah Warren Buffet, orang terkaya keempat di dunia menurut Majalah Forbes dengan nilai kekayaan mencapai US$82,4 per Minggu (6/9).
 
Sepanjang kuartal II 2020, Buffet membeli 21 juta lembar saham Barrick Gold Corporation, perusahaan tambang emas kedua terbesar di dunia yang bermarkas di Kanada. Nilai pembelian tersebut mencapai US$564 juta atau sebesar Rp7,90 triliun dengan hitungan US$1 sebesar Rp14.000.

Pembelian ini cukup mengejutkan mengingat selama ini investor kawakan kelahiran Omaha, Nebraska, Amerika Serikat ini belum pernah sekalipun berinvestasi di pertambangan emas.